Wednesday, June 22, 2016

TIPS MENJADI PENULIS HEBAT ALA KANG ABIK





Siapa yang tidak tau kang Abik? (sapaan akrab Ustad HAbiburrahman L.c), beliau adalah penulis yang mampu memadukan sebuah karya dengan dakwah dan cinta. Cinta terhadap Allah SWT, Rasulullah Saw, umat Islam, serta yang tidak kalah menarik adalah beliau mampu menampilkan sosok muslim dalam menyikapi pluralitas dan pluralisme dalam beragama. Salah-satu karya fenomenal yang ia kontribusikan untuk kita adalah Novel yang berjudul Ayat-ayat cinta. Novel ini mampu menyedot perhatian seluruh elemen masyarakat Indonesia yang haus akan hiburan-hiburan yang Islami.

Tentu untuk menjadi penulis hebat seperti beliau tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan, ada tips-tips dan rahasia khusus sehingga menjadikan beliau sebagai penulis hebat. Setidaknya teradapat beberapa manfaat dan tips yang kami (tim redaksi Sabrina) dapatkan dalam seminar beliau yang diadakan di Pondok Pesantren Modern La-Tansa, Cipanas pada 28-03-2016 sebagai berikut :
1.      Menulis untuk berbagi kebaikan

Yang perlu diperhatikan sebelum menulis adalah Niat yang Ikhlas karena Allah SWT dengan tujuan agar bisa berbagi kebaikan terhadap sesama, tentunya sebagai saraa dakwah agar tertanam pada diri kita rasa cinta terhadap Allah SWT dan RAsulullah SAW.
2.      Menulis menjadikan nama kita Abadi

Menulis bisa menjadikan nama kita abadi meskipun kita telah hilang ditelan bumi. Lihatlah seperti orang-orang yang penulis yang hingga sekarang namanya kita kena dan seakan mereka hidup di lingkungan kita pada saat ini, seperti Imam Bukhari dan Muslim yang menulis Hadits, Buya Hamka dengan Tafsir dan karya tulis lainnya, Chairil anwar dengan sastranya dan masih banyak lagi penulis yang namanya abadi hingga saat ini.

Sebenarnya madzhab dalam Islam bukan hanya 4 Mazhab, hanya saja mazhab yang lain tidak menulis sehingga selain dari 4 mazhab tersebut tidak dikenal karena tidak melestarikan budaya menulis, begitu juga dengan kita yang saat ini hidup, tidak akan dikenang jika tidak menulis dan tidak ada yang menuliskan karya kita. Berkaitan dengan cara menulis sebagai berikut :
1.      Harus mempunyai cerita

Ketika seseorang hendak memulai menulis maka ia harus mempunyai cerita yang berurutan dari awal hingga ahir. Minimal melatih menulis dengan cerita kehidupan pribadi.



2.      Mendapatkan ide

Ide menulis bisa didapatkan dari apa yang kita lihat sehari-hari, seperti bacaan, mimpi, cerita orang lain, dan melibatkan pertanyaan dalam penulisan (5 W + 1 H). setelah itu harus disusun sehingga terbentuk sebagai cerita.

3.      Jadilah penulis, bukan editor atau kritikus

Ketika sedang menulis terkadang kita ragu-ragu dengan susunan kata atau kalimat yang sedang ditulis, sehingga ditengah penulisan kita sering mengedit lalu menghapus tulisan tersebtu. jika mengalami hal ini maka selesaikanlah dahulu proses menulis, Setelah itu baru memperbaiki tulisan, karena tugas anda adalah penulis bukan editor. Jadi jangan terburu-buru mengedit teks yang belum rampung anda tulis.
4.      Memperbanyak membaca pada bidang ilmu yang akan ditulis.

Menulislah sesuai dengan bidang ilmu yang kita sukai dan  perbanyak membaca buku yang berkaitan dengan hal itu.

5.      Mematangkan Ide

Seringkali ditengah menulis sesuatu terlintas ide-ide baru yang akan ditulis, jika mengalami hal ini maka hendaklah merampungkan dahulu ide awal.  Jika ide baru tersebut ada kaitannya dengan ide awal maka bolehlah mengaitkannya sehingga menjadi karya yang bernilai tambah. Akan tetapi jika ide tersebut berlawanan maka ditampung dahulu dalam satu folder tema ide yang akan diselesaikan pada waktu yang lain. Karena karya tulis terbaik adalah karya yang berhasil ditulis (dirampungkan).
6.      Memperbanyak kosa-kata

7.      Memasukkan nilai-nilai Alquran dan Hadis ke dalam tulisan


Redaksi majalah Sabrina : Ma’zumi

Saturday, June 18, 2016

SEBUNGKUS NASI DARI SAENI




Ma’zumi founder RUFAQA'

            Ketika ditanyakan. Negara mana yang penduduk muslimnya terbesar di dunia? jawabnya Indonesia. Negara yang terdiri dari beribu pulau serta tidak luput dari lahirnya banyak budaya di negeri ini. Umat muslim menjadi kaum mayoritas, sudah sepantasnya menjadi teladan bagi minoritas. Tentu mayoritas yang harus berperan penting memberikan pandangan umum tentang arti sebuah toleransi.

            Toleransi itu adalah bernama toleransi beragama, toleransi atas nama hukum negara, serta toleransi yang berdasarkan pada Hak Asasi Manusia. Toleransi beragama tentu mengedepankan teokrasi yang berdasar pada absolutisme hukum Tuhan. Dalam agama kita mengenal kebenaran aksioma yang berasal dari tuhan. Tidak perlu dibantah, apalagi diteliti. Karena tugas kita adalah taat kepada tuhan.

            Hal ini sudah lazim dalam kehidupan beragama sebagai manifestasi dari masyarakat yang pluralis. Alquran juga mengatakan demikian. Di awal surat Albaqarah sudah diterangkan ciri-ciri orang beriman (ayat 2-5), orang-orang kafir (ayat 6-7) selanjutnya membahas ciri-ciri orang munafik pada tuju belas ayat berikutnya. Artinnya dalam hidup ini sudah tentu kita bertemu dengan tiga karakter manusia tersebut.

            Ciri dari Orang-orang yang beriman sangat mudah kita kenali secara dzahirnya. Orang-orang kafirpun demikian. Adapun orang-orang munafik ini perlu penelitian lebih lanjut, karena memang di dalam Alquran dijelaskan panjang lebar mengenai hal itu. Tidak lain untuk mengetahui secara pasti siapa yang benar-benar munafik dan tidak sembarang menghukumi orang dengan sebutan itu.

            Bagaimana dengan toleransi atas nama hukum negara dan hak asasi manusia? yaa, namanya juga hukum negara yang bisa berubah-ubah setiap waktu dengan kegendak nafsu penegak hukum. Kalaupun hukum negera itu bertentangan dengan toleransi beragama tadi, tentu yang menjadi acuan adalah hukum agama yang memiliki absolutisme aksioma. Ini adalah logika berpikir yang standar.

            Adapun hak asasi manusia sesungguhnya sudah diatur oleh peraturan dalam beragama. Dalam hal ini kita mengambil hak mayoritas yaitu umat Islam. Di dalam Alquran sudah dijelaskan bahwa kita terdiri-dari berbagai suku dan berbangsa-bangsa (Qs. Al-Hujurat/49: 13) lalu Allah menegaskan bahwa yang terbaik di antara mereka adalah yang paling bertaqwa.

            Terkait kasus Warteg Buk Saeni. Kita pasti mengenalnya sebagai kasus penyelewengan terhadap toleransi beragama. Karena memang benar-benar melanggar hukum tuhan. Ini adalah analisis berdasarkan toleransi beragama tersebut. adapun dalam perpesktif hak asasi manusia, memang dibenarkan siapapun berjualan, kapanpun itu. Lhah ini permasalahannya kita adalah hamba tuhan atau hamba nafsu?

            Jika kita menghamba kepada Tuhan, ya sudah serahkan saja secara teokrasi. Karena manusia tidak punya legalitas untuk melawan. Untuk kasus ini pantas jika MUI dan Perda setempat menghimbau untuk diadakannya razia. Adapun ungkapan Gubernur DKI yang mengatakan, “saya (dulu) sekolah Islam ya. Orang yang berpuasa kalau bersama orang yang sedang makan dan yang puasa bisa menahan diri, ya pahalanya dobel”.  

            Saya kira ini adalah ungkapan ngawur yang membela atas dasar Hak Asasi Manusia. orang yang berpuasa kalau bersama orang yang sedang makan dan yang puasa bisa menahan diri, pahalanya dobel. Betul memang, tapi yang membuka warung di siang hari dosanya lebih dobel, bahkan berlipat ganda. Apalagi orang yang membelanya.

            Perlu kiranya hak asasi manusia ini ada batasannya, agar tidak terjadi konflik berkepanjangan. Bukan sekedar membela hak asas manusia kemudian mengesampingkan hak Tuhan. Jika manusia tetap ngotot memaksa, justru tuhan lebih Maha Berkehendak. Seharusnya tugas pemimpin adalah menutup celah agar manusia tidak berbuat dosa, karena meskipun tidak diberi ruang berbuat dosa dengan sendirinya ia akan mencari peluang berbuat dosa.

            Kabar baiknya adalah berita ini direspon positif oleh Bapak Presiden dan Mendagri Tjahjo Kumolo dengan memberikan bantuan uang tunai dengan total senilai Rp.15 juta. Belum lagi sumbangan dari relawan (netizen). Membuka warung di siang hari bagi buk Saeni cukup beralasan, yaitu untuk memenuhi kondisi ekonomi keluarga. akan tetapi jika pemerintah salah dalam menangani kasus tersebut, maka akan tumbuh Saeni-Saeni yang selanjutnya.

            Sebungkus nasi dari buk Saeni itu harganya sangat beragam. Bagi masyarakat awam yang menyempatkan berbuka di siang bolong, harganya bisa dengan harga normal. Akan tetapi bagi orang yang sedang ikhlas menjalankan ibadah puasa, nasi  itu tidak berharga dibanding dengan pahala yang diberikan Tuhan. Walaupun sebungkus nasi tersebut bernilai jual tinggi bagi Bapak toleransi, yakni Rp. 15 juta.

            Kita hormati keputusan bersama yang masing-masing mempunyai pendapat yang berbeda. Atas dasar demokrasi, diperlukan kata sepakat untuk hasil yang mufakat. Baik MUI, pemerintah, Presiden, Mendagri, Bapak Bupati dan masyarakat awam. Yang paling dirugikan dari masalah ini adalah masyarakat awam. Karena mereka bingung harus mengikuti siapa? 

            Dan masyarakat awam ini adalah kaum mayoritas. Jadi tidak sepantasnya para petinggi negara kita meributkan hal-hal tersebut dengan perbedaan pendapat yang saling bertentangan. Cukup untuk tidak membuat hal-hal yang berbau kontroversial. jalani yang sudah menjadi adat baik di masyarakat. Yakni menghormati orang yang berpuasa sebagai interpretasi dari menghormati hukum tuhan dan hak asasi manusia.
            Berdasarkan kesimpulan yang diambil dari Surat Al-Hujurat di atas tersebut. Maka tolok ukur toleransi adalah mempertimbangkan toleransi beragama, dengan “takwa” sebagai tolok ukur dari kebenaran agama dan status sosial. Hal ini agar kita terhindar dari sifat orang-orang munafik yang mendekati dari perilaku dan kebiasaan jahiliah.

            Negeri ini sudah terlalu serius mengabaikan hukum tuhan. Baik dari skala individual maupun secara kolektif dalam ranah universal. Contohnya bisa kita lihat dari kasus pencabulan anak di bawah umur, pemerkosaan, pemotongan alat kelamin, penistaan agama, pembunuhan. Bahkan yang paling sadis adalah pembunuhan dalam sektor ekonomi dan keuangan bangsa yang dapat menyiksa kehidupan yang berkelanjutan. Jangan ditambah lagi dengan hal-hal yang kontroversial.

Monday, June 13, 2016

MEMIMPIN DUNIA DENGAN MENULIS




            Dalam kesuksesan dakwah Islam kita tidak bisa dipisahkan oleh peran tulis menulis sebagai sarana dakwah yang efektif. Kita bisa membayangkan apabila Al-qur’an dan Hadits yang ada sekarang  tidak ditulis dan dibukukan oleh para sahabat karena pada masa itu kaum muslimin sangat kuat dalam dalam mengandalkan hafalan sebagai hujjahnya. Serta peran para sahabat dan tabi’in yang membukukan Al-qur’an dan mengkodifikasikan Hadits sebagai manifestasi pewarisan ilmu kepada generasi selanjutnya merupakan sebuah manfaat yang begitu besar.

            Tidak luput dari memori sejarah kemunduran Islam yang ditandai dengan hilangnya ilmu (kitab-kitab islam) yang ditenggelamkan oleh tentara mongol. sehingga sumber pengetahuan islam sebagai warisan terbesar hilang tanpa arti. Apakah hal ini senada dengan ulah pemerintah yang  memblokir beberapa situs islam yang selama ini memudahkan dakwah?

            Tulisan memiliki peranan penting untuk mempengaruhi siapapun yang membacanya. Setiap tulisan yang dibaca seakan memiliki nyawa yang mampu mensugesti pikiran siapapun pembacanya. Kita bisa melihat beberapa ibrah yang yang dapat diambil dari tulisan yang mampu merubah seseorang.

            Umar bin Khattab yang sangat keras permusuhannya terhadap Islam hatinya luluh setelah membaca bagian dari surat Taha yang membuatnya menjadi orang yang terdepan dalam membela Islam. Serta surat-surat yang dibuat Rasulullah yang mampu melunakkan hati Raja-raja arab untuk memeluk islam. Jadi peran dan manfaat menulis sangat agung di mata Islam dalam rangka meninggikan kalimat Allah diatas muka bumi.
            Ada beberapa alasan yang mendasari umat islam untuk menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana dakwah dan memperdalam wawasan agama. Pertama, tuntutan Allah dalam kalam-Nya yang berbunyi “yang mengajarkan (manusia) dengan pena, mengajarkan manusia apa yang belum diketahuninya”.(Qs.Al-‘Alaq : 03-04)
            Kedua, sabda Rasululllah s.a.w barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tanganmu, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya karena itu adalah serendah-rendahnya iman”.

            Mencegah sesuatu yang mungkar dengan tangan adalah tugas seorang pemimpin islam dan siapapun yang berani menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Mencegah dengan lisan ialah bagi siapapun yang tidak mampu bertindak dengan tangan, dan mecegah dengan hati ialah bagi orang yang tidak mempunyai kekuatan untuk melaksanakan keduanya. Jadi Islam memberikan ruang dakwah kepada seluruh tingkat masyarakat karena kita dianjurkan untuk berdakwah meskipun hanya satu ayat.

            Apabila seorang pemimpin Islam tidak mampu merubah dunia dengan langkah kekuasaannya maka umat muslim butuh banyak generasi penulis sebagai langkah konkrit menuju ruang dakwah yang lebih konfrehensif.

            Saat ini umat Islam sangat dilanda oleh gejala Islamopobia yang membuat kita takut untuk melangkah berdakwah lebih dari biasanya. Karena pada realitanya islam sedang disorot oleh mata dunia yang menyerang dari segala penjuru untuk menghancurkan pundi-pundi moral keislaman.

            Ketiga, Republik Indonesia yang mengusung tema Negara Demokrasi yang memberikan hak warga negaranya untuk bebas menyampaikan pendapat dimuka umum hendaknya dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memberikan warna (pendapat) baik dengan lisan maupun tulisan. Tapi sayang seribu sayang, sang pemegang Demokrasi malah mengkhianati esensi demokrasi yang dibangun sejak dulu.

            Keempat, menulis merupakan sebuah manifestasi perbedaan karakter antara seseorang yang mempunyai integritas terhadap kemajuan dunia pendidikan, serta perbedaan bahwa orang yang menulis lebih memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Hal ini dibuktikan dengan kebiasaan para Ulama yang menyusun kitab-kitab dan mengarang beberapa buku.

            Kelima, menulis merupakan cara seseorang menjadikan dirinya sebagai pelaku sejarah untuk diri dan lingkungannya. Sebagaimana seorang penyair ternama tanah air mengatakan “Aku ingin hidup seribu tahun lagi” dan memang benar, seorang penulis akan terus hidup meskipun jasadnya tidak lagi berada di dunia. Ruhnya akan selalu hadir menemani pembaca karyanya. Dan nama penulis akan terus terkenang menghiasi sejarah dan panggung sinema kehidupan.

            Kita  bisa melihat banyak contoh hanya denga tulisan yang menempel siatas kertas putih yang tak bernyawa tersebut mampu mempengaruhi dunia. Contohnya  pada Pilpres tahun lalu kita banyak peranan tulisan sangat mempengaruhi mindset dan cara pandang masyarakat indonesia terhadap salah satu tokoh yang kelak akan memimpin bangsa dengan kekuasaannya. Ahirnya timbbullah fitnah yang membuat masyarakat menjadi bingung karena tidak adanya jalan tengah yang sanggup menghakimi siapa yang benara dan siapa yang dalah dari kedua media tersebut.

            Sudah jelaslah manfaat yang besar dari kegiatan tulis menulis, menulis juga dapat menjadikan orang biasa menjadi orang terkaya di dunia. J.K Rolling penulis buku Harry Potter yang memulai tulisannya dengan imajinasi yang ia tuliskan diatas selembar tissue yang menjadikannya orang terjaya di inggris.

            Inilah motivasi yang seharusnya dibangun oleh bangsa dan agama islam dengan menanamkan rasa cinta terhadap sebuah karya tulis. Jika anda tidak mampu berpentas menjadi pemimpin bangsa, atau tidak mempunyai jabatan apapun untuk berpengaruh dan menebar manfaat kepada orang lain. akan tetapi jika anda memberikan sebuah karya (tulis) kepada dunia, niscaya anda mampu merubah dunia dengan menulis. Manusia boleh hilang di telan zaman, tapi sejarah yang akan mencatat (penulis) agar ia tetap hidup sepanjang zaman.
           

Menghidupkan Cahaya Allah SWT



oleh: Ma'zumi
 
            Apa yang terlintas di benak kita ketika hendak menyambut bulan suci Ramadhan? Terpikirkan oleh kita di dalamnya adalah bulan seribu hikmah dengan amal ibadah berlipat ganda pahala. Terbayangkan pula akan kesibukan diri dengan ibadah puasa, sahur, shalat tarawih, buka, bersama, tadarrus Alquran dan sebagianya.

            Akan tetapi ketika Ramadhan tiba, hari pertama kita sambut dengan rasa bahagia tak terhingga. Tujuh hari kemudian dan seterusnya kita abaikan satu persatu semua itu. Berbuka dan sahur lebih identik dengan budaya konsumtif, apalagi menjelang Idul Fitri. Shalat tarawih hanya ramai pada lima hari pertama, selanjutnysa tersisa beberapa shaf saja hinga menjelang lebaran Idul Fiitri. Puasa memang tidak ditinggalkan, tapi esensinnya selalu dilupakan.

            Alquran menjadi tidak menarik, karena musik lebih akrab dan nyaman hinggap di telinga kita. Bagaimana dengan masjid? “Ah, sudahlah. Abaikan saja”. Uforia Alun-alun lebih menarik daripada melihat masjid dan mengikuti jamaah tadarrus. Karena maaf masjid hanya akrab digunakan buat numpang tidur atau hanya sekedar numpang “buang air kecil”. Astaghfirullahal’adzim.

            Apakah ini bentuk kemunafikan kita yang menginginkan redupnya cahaya Allah SWT? Sungguh ironis bulan suci ini dinodai oleh perilaku kita sendiri yang memiliki predikat muslim. “ mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka. tetapi Allah tetap menyempurnakan caha-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya”. (Qs. Ash-Shaff/61: 8).

            Tadabburilah ayat tersebut. Bahwa orang-orang kafir selalu berkehendak untuk memadamkan cahaya Allah (agama Islam). Akan tetapi kenapa kita sendiri yang berperan di dalamnya? Apakah ini sebuah bentuk kemunafikan kita sebagai muslim? Boleh kita mengelak, tapi realita sudah berjalan demikian.

            Ramadhan adalah bulan yang identik dengan Alquran. Mukjizat abadi yang tak akan pernah lekang di makan zaman. Jika kita menginginkan agar memperoleh hikmah dari Alquran maka hendaknya kita senantiasa membacanya, mendengarkan, menghafal, mentadabburi, dan mengamalkan. Atau minimal memilih daripada itu.

            Memang ahir-ahir ini banyak sekali perkembangan dan bermunculannya program tahfidzul Quran di berbagai pesantren. Kita akui ini sebagai langkah maju dari umat Islam yang kini sedang tumbuh dengan adanya program tersebut. Akan tetapi, perlu adanya sikap yang tegas terhadap lingkungan sekitar, semisal memberantas kemaksiatan yang tersebar di halaman masjid (Alun-alun) karena tidak pantas halaman masjid digunakan untuk tempat maksiat.

            Bagaimana cahaya Allah itu kita dapatkan jika kita selalu mengabaikan Alquran dan masjid? Padahal peradaban Isalm pertama kali muncul dibawa oleb Nabi Muhammad SAW adalah mengedepankan masjid sebagai pusat keilmuan dan Ibadah kaum muslimin. Serta di dalamnya sudah tentu diajarkan nilai-nilai kehidupan yang bersumber dari Alquran.

            Hal ini diikuti oleh para sahabat (Khalifah), masa kerajaan-kerajaan islam hingga runtuhnya turki Ustmani pada tahun 1924 M. Pada masa-masa tersebut masjid masih berfungsi sebagai simbol peradaban Islam. Mengapa demikian? Karena dijelaskan dengan sangat gamblang oleh Alquran bahwa cahaya Allah itu berada di masjid-masjid.

            Setelah Alquran berbicara mengenai cahaya Allah, maka ayat selanjutnya mengemukakan dimana cahaya Allah tersebut?. jawabannya adalah di masjid. “(cahaya itu) di rumah-rumah (masjid) yang di sana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, di sana bertasbih (menyucikan) pada waktu pagi dan petang” (Qs. An-Nur/24: 36).

            Cahaya Allah di atas cahaya. Cahaya yang mampu menerangi seluruh penjuru bumi dengan kehendak-Nya. Dengan cahaya tersebut kita dapat memperoleh petunjuk Ilahi sebagai kabar gembira bagi orang-orang beriman. Bukan orang-orang  yang mengabaikan perintah agama denga mudahnya. Karena bumi yang luas akan terasa sempit di hati seseorang yang mengabaikan cahaya Allah SWT (masjid).

            Begitu pula dengan Alquran. Karena Alquran dan masjid tidak bisa dipisahkan sebagai sesuatu yang berbeda. Kedua-duanya saling keterkaitan dan ketergantungan. Di masjid sudah tentu orang harus membaca Alquran bukan sekedar mampir lalu kemudian pergi, minimal hati merasa tersentuh ketika mendengar tadarrus Alquran. Tidak sepantasnya masjid kosong dari suara  orang mengaji.

            Oleh karena itu Alquran menjadi cahaya yang merasuk ke dalam hati orang-orang beriman. Telah ditegaskan bahwa orang-orang yang mengabaikan Alquran akan menyebabkan hatinya terkunci. “Maka tidakkah mereka mentadabburi (menghayati) Alquran, ataukah hati mereka sudah terkunci?” (Qs. Muhammad/47: 24).

            Kalimat tersebut mengandung pertanyaan yang dijawab dengan sikap kita yang seharusnya selalu membiasakan membaca dan  mentadabburinya. Apa jadinya jika Rasulullah SAW hari ini masih  hadir di tengah-tengah kita. Apa yang akan Beliau katakan? “dan Rasul berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Alquran ini diabaikan” (Qs. Alfurqan/25: 30).

            Apa yang terlintas pada pikiran seorang muslim ketika diberikan pertanyaan, “apa pedoman hidup seorang muslim?”. Tentu secara aklamasi akan menjawab, “pedoman hidup kita adalah Alquran”. Enyahkanlah jawaban itu jauh-jauh dari telinga kita. Karena yang sekarng kita butuhkan adalah langkah pasti menuju peradaban abadi, yakni peradaban yang ditunjang dengan bangkitnya generasi Islam yang mencintai Alquran.

Tugas Mapel Al-Qur'an dan Hadits Kelas XI A dan B MA Misbahunnur

Clue: *Untuk Dapat Menjawab Pertanyaan Materi Al-Qur'an dan Hadits maka ada syarat dan ketentuan yang harus dikerjakan. *Syaratanya a...