Monday, June 6, 2016

SHALAT SEBAGAI MI’RAJNYA ORANG BERIMAN



Oleh : Ma’zumi

Nabi Muhammad Saw diberikan oleh Allah SWT dengan berbagai macam Mu’jizat yang menambahkan keimanan bagi orang-orang yang beriman. Salah satunya adalah tentang peristiwa Isra’ Mi’raj. Tidak sedikit yang menentang, mencemooh dan mengingkari tentang persitiwa tersebut dengan mengatakan bahwa beliau berdusta dan merupakan sesuatu yang tidak masuk akal. Akan tetapi hal ini dibenarkan oleh Sahabat Abu Bakar sehingga ia diberi gelar Ash-Shiddiq (yang membernarkan), hal ini juga menjadi pelajaran bagi orang-orang beriman untuk lebih menambahkan keimanan kepada Rasul sebagai utusan Allah SWT.

Peristiwa yang terjadi pada tanggal 27 Rajab, yakni satu tahun sebelum beliau Hijrah ke  Madinah tersebut beliau di-Isra’kan oleh Allah SWT dari Mekkah menuju Baitul Maqdis di Palestina dan sesudah itu Mi’raj (naik dengan tubuh dan ruhnya) dari Baitul Maqdis menuju langit, sampai ke langit ke tujuh. Lalu naik lagi sampai ke Mustawa hingga Sidratul Muntaha, dimana beliau ketika itu menerima perintah shalat sehari semalam selama 5 waktu.

Tentu peristiwa tersebut bukan merupakan hal yang sia-sia bagi Rasul, karena selain merupakan Hiburan baginya, persitiwa tersebut juga merupakan momen penting dalam sejarah awal mula ditetapkannya secara qath’i (pasti) jumlah ibadah (shalat) dalam sehari semalam bagi kaum muslimin. Hal ini disebutkan dalam Hadits Bukhari no.336 yang diterangkan di dalamnya bahwa beliau menerima perintah shalat 50 kali sehari, hingga jumlah tersebut menjadi 5 kali sehari.

Karena begitu pentingnya ibadah shalat tersebut, maka Rasulullah Mi’raj untuk menerima perintah shalat lima waktu. Poin penting dalam peristiwa tersebut adalah bahwasanya Rasulullah Saw menerima perintah shalat sebagai Ibadah yang di dalamnya kita dapat berkomunikasi langsung dengan Allah SWT. Atau lebih mudahnya kita katakan bahwa shalat adalah mi’rajnya orang beriman, karena beliau pernah bersabda bahwa “shalat itu adalah mi’raj-nya orang-orang mukmin”. Yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah.

Harus disadari betul bagi kita sebagai orang beriman bahwa shalat memiliki keutamaan yang begitu besar dampaknya bagi kehidupan sehari-hari, baik dilihat dari segi medis maupun dilihat dari segi pahala orang yang melaksanakan shalat. Telah terang bagi kita bahwa banyak ayat-ayat Alqur’an dan Hadits yang berbicara tentang pentingnya shalat, mengingat pahala yang begitu besar jika melaksanakannya. Akan tetapi ancaman dosa besar juga akan diterima bagi orang-orang yang melalaikan dan meninggalkan shalat, seperti yang tersebut di dalam Surat Al-Ma’un ayat 4-6.

Menjadi hal yang kontradiktif apabila kita dengan sangat mudah meninggalkan shalat bahkan melalaikannya. Karena di dalam kitab Al-Kabair karya Syaikhul Islam Al-Imam Al-Hafidz Syamsuddin Adh-Dzahabi bahwa meningglakan shalat termasuk salah-satu dari dosa besar. Rasulullah Saw bersabda, “Jauhilah tujuh perkara yang merusak! Lalu beliau menyebutkan : Syirik kepada Allah SWT, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali karena alasan yang dibenarkan, memakan harta anak yatim, memakan riba, meninggalkan medan perang, dan menuduh wanita mukminah baik-baik berzina” (HR.Bukhari).

Ibnu Abbas r.a berkata, “Kabair (dosa-dosa besar) itu jumlahnya lebih dekat kepada tujuh puluh daripada tujuh”. Lalu Imam Adh-Dzahabi berkomentar, “Demi Allah ucapan Ibnu Abbas diatas benar adanya, harus diterima pula bahwa kabair yang satu bisa lebih besar  dibandingkan dengan kabair yang lain”. Dan meninggalkan shalat merupakan kabair keempat setelah syirik, membunuh dan sihir.

Allah SWT berfirman, “maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal shaleh” (Qs. Maryam). Ibnu Abbas berkata, “makna menyia-nyiakan shalat bukanlah meninggalkannya sama sekali. Tetapi mengahirkannya dari waktu yang seharusnya”.

Imam Para Tabi’in, Sa’id bin Musayyib berkata, “maksudnya adalah orang itu tidak melakukan shalat dzuhur sehingga datang waktu ashar. Tidak mengerjakan shalat ashar hingga datang maghrib. Tidak shalat maghrib hingga menjelang Isya’. Tidak shalat Isya sampai menjelang Fajar. Tidak shalat shubuh sampai menjelang matahari terbit. Barang siapa mati dalam keadaan terus menerus melakukan hal ini dan tidak bertaubat, Allah menjanjikan baginya Ghayy, yaitu lembah di Neraka Jahannam yang sangat dalam dasarnya lagi sangat tidak enak rasanya”.

Rasulullah Bersabda, “Barang siapa menjaganya (shalat) maka ia akan memiliki cahaya, bukti dan keselamatan pada hari kiamat nanti. Sedangkan yang tidak menjaganya maka tidak akan memiliki cahaya, bukti dan keselamatan pada hari itu. Pada hari itu ia akan dikumpulkan bersama Fir’aun, Qarun, Haman dan Ubay bin Khalaf” (HR. Ahmad). Umar Bin Khattab Berkata, “sesungguhnya tidak ada tempat dalam Islam bagi yang menyia-nyiakan shalat”.

Sebagian Ulama berkata, “orang-orang yang meninggalkan Shalat dikumpulkan dengan empat orang itu karena ia telah menyibukkan diri dengan harta, kekuasaan, pangkat/jabatan dan perniagaan dari shalat. Jika ia disibukkan dengan hartanya maka ia akan dikumpulkan dengan Qarun, jika disibukkan dengan kekuasaannya ia akan dikumpulkan bersama Fir’aun, jika ia disibukkan dengan pangkat/jabatan ia akan dikumpulkan bersama Haman. Dan jika ia disibukkan dengan perniagaannya akan dikumpulkan bersama Ubay bin Khalaf, seorang pedagang yang kafir di Mekkah pada saat itu”.

Sungguh shalat disamping merupakan amal ibadah yang sangat besar pahalanya juga merupakan dosa besar apabila melalaikan atau meninggalkannya. Karena shalat merupakan amal Ibadah yang pertama kali dihisab pada hari kiamat, “Amal yang pertama kali dihisab pada hari kiamat dari seorang hamba adalah shalatnya, jika shalatnya baik maka telah sukses dan beruntunglah ia. Sebaliknya jika rusak, sungguh telah gagal dan merugilah ia” (HR. Al-Baihaqi).

Sebagai mukmin hendaklah bagi kita memanfaatkan momen Isra’ Mi’raj ini sebagai langkah muhasabah diri terhadap amal ibadah kita, khususnya shalat. Terkadang kita lalai dengan mempersiapkan berbagai acara untuk menyambut momen Isra’ Mi’raj akan tetapi esensi dari acara tersebut belum kita dapatkan, yaitu berupa amal ibadah shalat sebagai ruh dalam beribadah dan kehidupan. Allah SWT menegaskan dalam Al-qur’an bahwa hendaknya kita meminta pertolongan kepada-Nya dengan Sabar dan Shalat (Qs. Al-Baqarah : 153). hal ini sudah cukup menunjukkan kepada kita bahwa shalat adalah solusi hidup bagi orang-orang beriman.

catatan : terbit di Radar Banten

No comments:

Post a Comment

Tugas Mapel Al-Qur'an dan Hadits Kelas XI A dan B MA Misbahunnur

Clue: *Untuk Dapat Menjawab Pertanyaan Materi Al-Qur'an dan Hadits maka ada syarat dan ketentuan yang harus dikerjakan. *Syaratanya a...