Monday, June 6, 2016

EMANSIPASI WANITA DALAM PERSPEKTIF ISLAM



Oleh: Ma’zumi


            Belum lepas dari ingatan kita tentang emansipasi wanita yang diperingati dengan adanya hari Kartini beberapa hari yang lalu. Emansipasi memiliki arti pembebasan diri dari perbudakan, gerakan untuk memperoleh pengakuan persamaan kedudukan, derajat serta hak dan kewajiban dalam hukum, atau bisa juga sebagai kesamaan hak, derajat dan kedudukan
.
Emansipasi wanita merupakan gerakan yang berusaha untuk mendapatkan kesamaan dan kesetaraan wanita dalam pandangan hukum, derajat serta kedudukan wanita secara global dalam pandangan masyarakat. Hal ini dikarenakan pada mulanya wanita tidak dianggap sebagai manusia yang mempunyai hak-hak dasar dalam hidup sebagaimana hak laki-laki. sehingga sangat memudahkan untuk merendahkan derajat wanita.

            Untuk lebih memahami tentang emansipasi wanita, terlebih dahulu kita memahami wanita dan kehidupan wanita dalam  perspektif sejarah. Fakta sejarah mengungkapkan sebelum datangnya risalah Islam, perempuan mendapatkan posisi yang sangat rendah bahkan nista dan tidak memiliki sisi manusiawi. Yaitu, di Yunani perempuan dianggap najis dan kotoran serta tidak memiliki hak begitu pula sebagai budak seks. 

Legenda Dewi Aphordite merupakan bentuk dari penghinaan perempuan. Begitupula di Romawi wanita dianggap tidak memiliki roh, diperjualbelikan, disiksa bahkan dibunuh. Berlaku hukum Nunguan Exvitus Mu-Liedrus (ikatan yang diberikan kepada wanita tersebut selamanya tidak boleh dilepaskan). Hingga pada 550 M muncul Undang-undang justinian yang melarang perbuatan itu meski melarang praktek jual beli.
            Mesir, perempuan terhormat hanya yang berasal dari keluarga penguasa atau bangsawan. Diantaranya, Nifertiti, Hatsibut, dan Cleopatra. Di Cina, perempuan dianggap sebagai air penyakit yang membasuh kebahagiaan dan harta. Pantas diperjualbelikan dan dinistakan bahkan dibunuh. Di Hamurabi, perempuan diposisikan layaknya binatang ternak. Di India, perempuan disebut lebih jahat dari ular. Lebih mematikan dari racun, dan lebih buruk dari neraka. Mereka tak berhak hidup jika suami meninggal.

            Di Persia, perempuan boleh menikah dengan mahramnya dan muhrim-muhrimnya yang lain. mereka diasingkan saat datang bulan. Di Arab, perempuan dianggap sebagai aib dan harus dikubur hidup-hidup (Qs. An-Nahl : 58-59 dan At-takwir :8). Pada abad ke 15 M konferensi Makun 15 menyepakati dalam diri tiap perempuan tersimpan roh Jahannam, kecuali Siti Maryam. Hingga tahun 1805 Inggris masih memperbolehkan perdagangan istri seharga minimal enam poundsterling. Revolsui Prancis hanya menguntungkan Pria, perempuan masih tidak memiliki hak penuh hingga pada 1938 hak-hak tertentu mereka dapatkan.

            Lebih rinci lagi dalam peradaban Mesir Kuno ketika seorang istri melahirkan bayi perempuan, ia akan segera membawa ke hadapan suaminya. Ia akan meletakkan bayi tersebut di kaki sang suami. Bila suami mengangkat dan menggendong bayi perempuannya, maka anak ini akan mengikuti nasab ayahnya. Namun, jika suami membiarkan bayi tersbut, pihak keluarga yang lain akan memungut bayi yang malang itu. 

Pihak keluarga bukan ingin mengasuhnya melainkan meletakkannya di tempat ibadah atau di lapangan kota. Apabila ada yang memungutnya maka bayi itu akan menjadi budaknya atau bisa juga untuk dibunuh. wanita selalu mengalami penyiksaan. Terkadang ia harus merasakan dan menahan panasnya minyak yang dituangkan ke tubuhnya. Laki-laki juga tega mengikat seorang wanita pada seekor kuda, lalu menunggangi kuda dengan kencangnya sampai si wanita meninggal. Bagaimana islam memandang emansipasi wanita? 

Di dalam buku Prof. Dr. Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan. “tersebut di dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani dari Ibnu Abbas, “maka datanglah seorang perempuan kedalam majelis Rasulullah Saw, lalu dia berkata, “Ya Rasulullah! Aku ini adalah utusan dari perempuan-perempuan dan datang menghadap engkau! Ini soal Jihad. Ia diperintahkan Allah kepada laki-laki. jika mereka menang dalam jihad tersebut, mereka mendapatkan pahala, dan jika mereka mati terbunuh merekapun hidup di sisi tuhan dan diberikan rezeki, sedang kami kaumm perempuan adalah yang selalu menjaga merekadi rumah tangga. Apakah gerangan yang akan kami dapat?”

Rasulullah Saw menjawab, “sampaikan kepada kawan-kawanmu yang peremuan itu  jika bertemu, bahwasanya taat setia kepada suami dan mengakui hak suami adalah sama nilainya dengan perjuangan laki-laki seperti yang engkau tanyakan. Hanya sayang sekali, sedikit sekali diantara kalian yang patuh mengerjakannya”.  

Lalu beliau (Prof. Hamka) menambahkan, “hanya perempuan yang kurang sehat jiwanya yang ingkar terhadap pembagian tugas seperti ini. Ataupun perempuan-perempuan yang gagal di dalam mendirikan rumah tangga, lalu ia kasak-kusuk mempertontonkan diri keluar meminta persamaan hak dengan laki-laki sedangkan dia tidak dikenal lagi dimana batas hak tersebut”.

Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. mereka menyuruh (berbuat) yang Ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai....” (Qs. At-Taubah : 71-72).

Buya Hamka menjelaskan bahwa kedua ayat ini didampingi oleh beberapa ayat yang lain, memberikan jaminan dan kedudukan yang sama di hadapan Allah diantara mukmin laki-laki dan mukmin perempuan. Apabila kita pandang ayat ini dari segala seginya, niscaya akan kelihatan bahwa kedudukan perempuan mendapati jaminan yang tinggi dan mulia. Terang dan nyata kesamaan tugasnya dengan laki-laki. Sama-sama memikul kewajiban dan sama-sama mendapatkan hak.

Islam memandang emansipasi wanita dari segi pembagian tugas yang berbeda dengan laki-laki. Perbedaan tersebut adalah sebuah keadilan dari Allah SWT agar wanita lebih terjaga kehormatannya di hadapan manusia dan di hadapan-Nya. Islam dan syariatnya telah memberikan emansipasi yang membuat keduanya (laki-laki dan perempuan) mempunyai persamaan hak dan kewajiban dalam taklif sebagai hamba Allah SWT. Berbeda dengan emansipasi saat ini yang menyamaratakan keduanya dalam segala bidang, yang justru merendahkan eksistensi wanita itu sendiri.

ket : terbit di Radar Banten

No comments:

Post a Comment

Tugas Mapel Al-Qur'an dan Hadits Kelas XI A dan B MA Misbahunnur

Clue: *Untuk Dapat Menjawab Pertanyaan Materi Al-Qur'an dan Hadits maka ada syarat dan ketentuan yang harus dikerjakan. *Syaratanya a...