Oleh: Ma’zumi
Belum lepas dari ingatan kita tentang emansipasi wanita
yang diperingati dengan adanya hari Kartini beberapa hari yang lalu. Emansipasi
memiliki arti pembebasan diri dari perbudakan, gerakan untuk memperoleh
pengakuan persamaan kedudukan, derajat serta hak dan kewajiban dalam hukum,
atau bisa juga sebagai kesamaan hak, derajat dan kedudukan
.
Emansipasi
wanita merupakan gerakan yang berusaha untuk mendapatkan kesamaan dan
kesetaraan wanita dalam pandangan hukum, derajat serta kedudukan wanita secara
global dalam pandangan masyarakat. Hal ini dikarenakan pada mulanya wanita
tidak dianggap sebagai manusia yang mempunyai hak-hak dasar dalam hidup
sebagaimana hak laki-laki. sehingga sangat memudahkan untuk merendahkan derajat
wanita.
Untuk lebih memahami tentang emansipasi wanita, terlebih
dahulu kita memahami wanita dan kehidupan wanita dalam perspektif sejarah. Fakta sejarah mengungkapkan sebelum datangnya risalah Islam,
perempuan mendapatkan posisi yang sangat rendah bahkan nista dan tidak memiliki
sisi manusiawi. Yaitu, di Yunani perempuan dianggap najis dan kotoran serta
tidak memiliki hak begitu pula sebagai budak seks.
Legenda Dewi Aphordite merupakan bentuk dari penghinaan perempuan.
Begitupula di Romawi wanita dianggap tidak memiliki roh, diperjualbelikan,
disiksa bahkan dibunuh. Berlaku hukum Nunguan Exvitus Mu-Liedrus (ikatan yang
diberikan kepada wanita tersebut selamanya tidak boleh dilepaskan). Hingga pada
550 M muncul Undang-undang justinian yang melarang perbuatan itu meski melarang
praktek jual beli.
Mesir, perempuan terhormat hanya
yang berasal dari keluarga penguasa atau bangsawan. Diantaranya, Nifertiti,
Hatsibut, dan Cleopatra. Di Cina, perempuan dianggap sebagai air penyakit yang
membasuh kebahagiaan dan harta. Pantas diperjualbelikan dan dinistakan bahkan
dibunuh. Di Hamurabi, perempuan diposisikan layaknya binatang ternak. Di India,
perempuan disebut lebih jahat dari ular. Lebih mematikan dari racun, dan lebih
buruk dari neraka. Mereka tak berhak hidup jika suami meninggal.
Di Persia, perempuan boleh menikah
dengan mahramnya dan muhrim-muhrimnya yang lain. mereka diasingkan saat datang
bulan. Di Arab, perempuan dianggap sebagai aib dan harus dikubur hidup-hidup
(Qs. An-Nahl : 58-59 dan At-takwir :8). Pada abad ke 15 M konferensi Makun 15
menyepakati dalam diri tiap perempuan tersimpan roh Jahannam, kecuali Siti
Maryam. Hingga tahun 1805 Inggris masih memperbolehkan perdagangan istri
seharga minimal enam poundsterling. Revolsui Prancis hanya menguntungkan Pria,
perempuan masih tidak memiliki hak penuh hingga pada 1938 hak-hak tertentu
mereka dapatkan.
Lebih rinci lagi dalam peradaban
Mesir Kuno ketika seorang istri melahirkan bayi perempuan, ia akan segera
membawa ke hadapan suaminya. Ia akan meletakkan bayi tersebut di kaki sang
suami. Bila suami mengangkat dan menggendong bayi perempuannya, maka anak ini
akan mengikuti nasab ayahnya. Namun, jika suami membiarkan bayi tersbut, pihak
keluarga yang lain akan memungut bayi yang malang itu.
Pihak keluarga bukan ingin mengasuhnya melainkan meletakkannya di
tempat ibadah atau di lapangan kota. Apabila ada yang memungutnya maka bayi itu
akan menjadi budaknya atau bisa juga untuk dibunuh. wanita selalu mengalami
penyiksaan. Terkadang ia harus merasakan dan menahan panasnya minyak yang
dituangkan ke tubuhnya. Laki-laki juga tega mengikat seorang wanita pada seekor
kuda, lalu menunggangi kuda dengan kencangnya sampai si wanita meninggal. Bagaimana
islam memandang emansipasi wanita?
Di dalam buku Prof. Dr. Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang
Perempuan. “tersebut di dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh
ath-Thabrani dari Ibnu Abbas, “maka datanglah seorang perempuan kedalam majelis
Rasulullah Saw, lalu dia berkata, “Ya Rasulullah! Aku ini adalah utusan dari
perempuan-perempuan dan datang menghadap engkau! Ini soal Jihad. Ia
diperintahkan Allah kepada laki-laki. jika mereka menang dalam jihad tersebut,
mereka mendapatkan pahala, dan jika mereka mati terbunuh merekapun hidup di
sisi tuhan dan diberikan rezeki, sedang kami kaumm perempuan adalah yang selalu
menjaga merekadi rumah tangga. Apakah gerangan yang akan kami dapat?”
Rasulullah Saw menjawab, “sampaikan kepada kawan-kawanmu yang
peremuan itu jika bertemu, bahwasanya
taat setia kepada suami dan mengakui hak suami adalah sama nilainya dengan
perjuangan laki-laki seperti yang engkau tanyakan. Hanya sayang sekali, sedikit
sekali diantara kalian yang patuh mengerjakannya”.
Lalu beliau (Prof. Hamka) menambahkan, “hanya perempuan yang kurang
sehat jiwanya yang ingkar terhadap pembagian tugas seperti ini. Ataupun
perempuan-perempuan yang gagal di dalam mendirikan rumah tangga, lalu ia
kasak-kusuk mempertontonkan diri keluar meminta persamaan hak dengan laki-laki
sedangkan dia tidak dikenal lagi dimana batas hak tersebut”.
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian
mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. mereka menyuruh (berbuat) yang
Ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat,
dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah.
Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Allah menjanjikan kepada
orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai....” (Qs. At-Taubah : 71-72).
Buya Hamka menjelaskan bahwa kedua ayat ini didampingi oleh
beberapa ayat yang lain, memberikan jaminan dan kedudukan yang sama di hadapan
Allah diantara mukmin laki-laki dan mukmin perempuan. Apabila kita pandang ayat
ini dari segala seginya, niscaya akan kelihatan bahwa kedudukan perempuan
mendapati jaminan yang tinggi dan mulia. Terang dan nyata kesamaan tugasnya
dengan laki-laki. Sama-sama memikul kewajiban dan sama-sama mendapatkan hak.
Islam memandang emansipasi wanita dari segi pembagian tugas yang
berbeda dengan laki-laki. Perbedaan tersebut adalah sebuah keadilan dari Allah
SWT agar wanita lebih terjaga kehormatannya di hadapan manusia dan di
hadapan-Nya. Islam dan syariatnya telah memberikan emansipasi yang membuat
keduanya (laki-laki dan perempuan) mempunyai persamaan hak dan kewajiban dalam
taklif sebagai hamba Allah SWT. Berbeda dengan emansipasi saat ini yang
menyamaratakan keduanya dalam segala bidang, yang justru merendahkan eksistensi
wanita itu sendiri.
ket : terbit di Radar Banten
No comments:
Post a Comment