Wednesday, January 27, 2016

MENDETEKSI ALIRAN SESAT



Ma’zumi


            Islam adalah Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai penyempurna dari syariat-syariat yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul sebelumnya dengan Kitab suci yang masing-masing diberikan oleh Allah SWT. Yaitu Al-Qur’an, Injil, Zabur dan Taurat. Namun hingga saat ini hanya Al-Qur’an yang masih terjaga kesakralannya karena Allah sendiri yang berjanji di dalam Al-Qur’an untuk menjaganya hingga hari kiamat(Qs. Al-Hijr : 09). Sedangkan kitab-kitab suci yang lain sangat sukar untuk ditemukan keotentikannya karena banyak yang telah dirubah sesuai dengan keinginan sekte-sekte agama yang terkait (Qs. Al-Baqarah : 75).
            Nabi Muhammad SAW sendiri yang gerak dan langkah hidupnya dibimbing oleh wahyu pernah bersabda dalam sebuah Hadits yang mewariskan dua hal. Apabila berpegang teguh kepada keduanya maka tidak akan menjadi orang-orang yang tersesat yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah (Hadits). Demikian tepat apa yang disampaikan oleh Nabi SAW, terbukti dengan keadaan umat yang sekarang terombang ambing oleh akidah yang sesat dengan semakin maraknya aliran-aliran sesat di Indonesia. Beberapa hari yang lalu salah satu Koran Nasional  memberitakan bahwa ratusan aliran sesat berkembang di Indonesia.
            Aliran sesat sendiri bisa dideteksi dengan lebih teliti lagi kita dalam memahami Dasar-dasar Pondasi Islam yang terkandung dalam enam Rukun Iman dan Lima Rukun Islam.  kemudian mempelajarinya dengan sub-sub khusus yang dipahami secara terperinci, seperti rukun yang pertama bahwa Tuhan adalah Esa yaitu Allah, dan Nabi yang terahir adalah Rasulullah SAW.
Hal ini yang akan membentengi kita dari aliran-aliran yang sekarang berkembang, dengan klaim mereka bahwa Muhammad bukanlah Nabi terahir dan adapula yang mencoba merubah Akidah yang benar dengan beralasan mengikuti syariat yang dibawa oleh Nabi Ibrahim as dan Nabi Musa as. Apakah semua ini dibenarkan dalam Islam?
            Di dalam Kitab Shirah Nabawiyah yang ditulis oleh Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy menjelaskan bahwa hubungan antara Dakwah Nabi Muhammad SAW dan dakwah para Nabi terdahulu adalah berjalan diatas prinsip Ta’kid (penegasan) dan Tatmim (penyempurnaan). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah Hadits :
 Perumpamaan Aku dengan Nabi sebelumku ialah seperti seorang lelaki yang membangun sebuah bangunan, kemudian ia memperindah dan mempercantik bangungan tersebut kacuali satu tempat batu bata di salah-satu sudutnya. Ketika orang-orang yang mengitarinya mereka kagum dan berkata, Amboi, jika batu bata ini diletakkan?. Akulah batu bata itu, dan aku adalah penutup Para Nabi.” (HR. Bukhari Muslim).
Ta’kid yang menegaskan bahwasanya tugas setiap Nabi tidak lain hanyalah membawa aqidah yang sama yang pernah dibawa oleh Para Rasul sebelumnya tanpa perubahan dan perbedaan sama sekali. Sedangkan penyempurnaannya adalah dalam masalah syariat, bahwa setiap Rasul menghapuskan Syariat sebelumnya, kecuali hal-hal yang ditegaskan oleh Syariat yang datang kemudian atau didiamkannya.
Ini sesuai dengan Madzhab orang yang mengatakan bahwa syariat umat sebelum kita adalah syariat bagi kita juga selama tidak ada nash yang dapat menghapuskan. Dengan demikian, jelas tidak ada sesuatu yang disebut dengan Adyan Samawiyah (Agama-agama langit) dan Adyanul Ardh (Agama-agama Bumi). Yang ada hanyalah Syariat-Syariat Samawiyah (langit), dimana setiap syariat yang baru menghapuskan Syariat sebelumnya, sampai datang syariat terahir yang dibawa oleh penutup para Nabi dan Rasul.
Penutup Para Nabi dan Rasul sendiri adalah Muhammad SAW yang telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an (Qs. Al-Ahzab : 40). Menjadi kesalahan besar yang selama ini diakui oleh kalangan JIL (Jaringan Islam Liberal) yang mengatakan bahwa dalam ayat tersebut Nabi Muhammad tidak tepat jika diartikan sebagai penutup para Nabi, yang lebih tepat untuk mengartikan kata Khotam adalah“cincin”. Ibarat jari diantara jari-jari lainnya maka jari yang memakai cincin begitu diistimewakan, karena itu Sejarah kenabian akan terus berlangsung setelah wafatnya  Rasulullah SAW.
Semua para Nabi dan Rasul terdahulu diutus ke dunia untuk membawa Risalah Islam, hal ini tidak benar jika ada aliran atau agama tertentu yang mengatasnamakan ajarannya dibawa oleh para Nabi kemudian mereka merubah isi kandungan ajaran tersebut sehingga menjadi keyakinan beragama tersendiri. Sebutlah Agama Yahudi yang mengaku berasal dari Nabi Ibrahim, Ismail dan Ya’qub. Padahal Al-Qur’an sendiri menjelaskan bahwa mereka membawa Risalah Islam.
“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh kami Telah memilihnya di dunia dan Sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam". Dan Ibrahim Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (Qs. Al-Baqarah : 130-132).
Atau Nabi Musa as yang diutus kepada Bani Israil juga membawa Islam (Qs. Al-A’raf : 125-126).  Demikian pula Isa As yang diklaim oleh kristen sebagai Yesus, ia diutus dengan membawa Islam. “ Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri. (Qs. Ali Imran : 52).
            Hidup di zaman modern semakin meyakinkan bahwa Yang awam semakinn awam, yang berilmu semakin giat membuat kelompok masing-masing. Seakan-akan Agama ini hanya untuk kelompok mereka sendiri, bukan sebagai rahmat bagi semesta alam. Hal ini menjadi PR yang besar bagi umat Islam di Indonesia, khususnya bagi para pendakwah untuk lebih giat lagi membimbing umat menuju Islam yang Kaffah. Persatuan umat Islam menjadi modal utama untuk membendung gejala penyesatan umat. Alm.Prof. Dr. Hamka dalam bukunya Falsafah Hidup menasehati kita untuk menolong, bukang menggolong.

           

Thursday, January 14, 2016

Jangan Takut Menghafal Al-Qur’an



Kalian adalah Ayat-ayat yang Berjalan

            Jika kita sering bertanya kepada seorang Muslim tentang apa yang harus dijadikan sebagai pedoman hidup, maka secara aklamasi mereka akan menjawab “Al-Qur’an dan Hadits” sebagai Pedoman Hidup. Namun realita berkata lain, lain mulut berucap, lain pula gerak langkah kaki dan tangan menentukan arah tujuan hidup, jangankan untuk menghafal dan mendalami ilmu Al-Qur’an, untuk sekedar menunaikan rukun Islam kedua saja sangat sulit untuk ditegakkan. Padahal sangatlah tegas Al-Qur’an mengatakan bahwa yang demikian adalah salah-satu ciri dari sifat Munafik, dan Al-Qur’an mengancam akan menempatkan mereka di Neraka yang paling dasar (Qs. An-Nisa : 142 dan 145), Na’udzubillah.

            Al-Qur’an yang menjadi Jargon “pedoman hidup” belumlah terbukti secara riil walaupun pada lingkungan di sekitar kita secara khusus. Al-Qur’an masih menjadi Benda asing, Al-Qur’an tidak begitu menarik jika dibandingkan dengan  gadget yang kita pegang sehari-hari, boleh dikatakan (maaf) gadget itulah yang kini sudah menjadi kitab suci Umat Islam, bukan lagi Al-Qur’an. Rasulullah SAW pun mengeluh hingga diabadikan di dalam Al-Qur’an.

“Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan". (Qs. Al-Furqon : 30).

            Al-Qur’an adalah pedoman hidup, akan tetapi ketika seorang muslim dituntut untuk mempertanggung-jawabkan konsekuensi dari ucapannya maka ia akan mundur 1000 langkah untuk menjauhi Al-Qur’an dengan berbagai Alasan ; takut lupa, takut tidak bisa mengamalkan, tanggung jawabnya besar, tidak ada waktu, takut menjadi beban dan sebagainya. Yang sebenarnya alasan diatas hanya akan semakin menjauhi kita dari petunjuk Al-Qur’an, takutlah pada ancaman Al-Qur’an yang apabila hati kita terkunci sehingga tidak bisa memahaminya.
           
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (Qs. Muhammad : 24).
           
            Memang bisa dimaklumi apabila kita mempunyai alasan dengan berbagai macam rasa takut diatas, akan tetapi sudah menjadi konsekuensi kita sebagai hamba Allah yang beriman untuk sepenuhnya mengimani isi kandungan Al-Qur’an dengan Implementasi amal yang kita mampu melaksanakannya. Allah memberikan perumpamaan yang apabila Al-Qur’an diturunkan kepada Gunung yang kokoh, maka ia akan hancur terpecah belah disebabkan takut kepada Allah (Qs. Al-Hasyr : 21). Hingga manusialah mahluk Allah yang memperoleh keutamaan dan keistimewaan untuk mengemban risalah Al-Qur’an.

            Jangan takut menghafal Al-Qur’an..... ! takutlah apabila kelak keturunanmu akan menjadi keturunan yang bodoh, lemah dalam memahami ilmu, karena sejatinya hidup seorang muslim bukan hanya untuk membingkai kebahagiaan masa kini, loyalitas kebahagiaan seorang mukmin ada pada jaminan yang Allah berikan bersama Al-Qur’an. Beberapa tahun ke depan kalian akan berkeluarga dan mempunyai keturunan, maka takutlah apabila kelak dari keturunan kalian tidak ada yang menjadi generasi pecinta Al-Qur’an, Na’udzubillah.

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (Qs. An-Nisa : 09).
           
            Jangan takut menghafal Al-Qur’an.....! jika banyak orang beralasan tidak menghafal Al-Qur’an karena takut tidak bisa menjaga hafalan, takut tidak mampu mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an, maka katakanlah bahwa Allah Maha Adil. Bahwa diturunkannya Al-Qur’an di bumi bukan hanya untuk anak “Tahfidz” akan tetapi membaca dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an merupakan kewajiban setiap muslim.

            Aku Hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri Ini (Mekah) yang Telah menjadikannya Suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan Aku diperintahkan supaya Aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Dan supaya Aku membacakan Al Quran (kepada manusia). Maka barangsiapa yang mendapat petunjuk Maka Sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya, dan barangsiapa yang sesat Maka Katakanlah: "Sesungguhnya Aku (ini) tidak lain hanyalah salah seorang pemberi peringatan".  (Qs. An-Naml : 91-92).

Kalaulah mereka beralasan bahwa yang wajib mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an adalah anak Tahfidz maka kesimpulannya adalah Allah tidak Adil. dan ini adalah alasan yang sangat bodoh. Karena akan menghilangkan konsekuensi dari ucapan yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah pedoman hidup. Katakan pada mereka, kita akan mengamalkan Al-Qur’an semampu kita dengan kadar proses yang bertahap.

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu ........” (Qs. At-Taghabun : 16).

Jangan takut menghafal Al-Qur’an........! Allah akan membedakan derajat orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dengan orang yang hanya duduk-duduk terdiam dan bermain tanpa ada Ghiyroh yang kuat untuk memperjuangkan Agama Allah SWT.

Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk[340] satu derajat. kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk[341] dengan pahala yang besar.” (Qs. An-Nisa : 95).

Jangan takut menghafal Al-qur’an.... ! Allah SWT sudah menjamin kehidupan para penghafal Al-Qur’an dunia dan aherat. Allah akan mengangkat derajat suatu kaum dengan Al-Qur’an dan akan merendahkan derajat suatu kaum dengan Al-Qur’an pula. Karena Al-Qur’an akan menjadi Hujjah yang  membelamu atau menjadi Hujjah yang menuntutmu. Hiasilah perjuanganmu dengan sabar dan shalat.  Assholaatu Nuwrun (cahaya), wassobru Dhiyaaun (cahaya) (HR. Muslim, no 23 Hadits Arba’in).

 Shalat akan menghadirkan cahaya yang terang bagi ketenangan hati seperti cahaya Bulan di malam Hari. Sedangkan Sabar akan menghadirkan Sinar seperti sinar mentari yang memancarkan panas, maka dari itu orang yang bersabar pasti merasakan pahitnya perjuangan hidup.
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya......!”  (Qs. Thoha : 132).

Merupakan kata yang tidak lazim di dalam Al-Qur’an yang menerangkan tentang sabar menggunakan kata “wasthobir” dengan tambahan huruf “Tho” pada pertengahannya. Dengan ini Para Ulama mengatakan bahwa adanya huruf “Tho” pada kalimat tersebut berarti bahwa dibutuhkan kesabaran yang lebih ekstra dari biasanya. Saya hanya menambahkan bahwa kita saat ini yang sedang menghafal Al-Qur’an atau mengejar cita-cita apapun itu, maka dibutuhkan kesabaran yang lebih ekstra untuk mencapainya.

Dengan menghafal Al-Qur’an sudah sepatutnya merubah pola pikir dan gerak langkah hidup dengan langkah Qur’ani semampu yang kita lakukan dalam tahap orang-orang awam yang berusaha mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an.

Semoga Bermanfaat......!!!









Tugas Mapel Al-Qur'an dan Hadits Kelas XI A dan B MA Misbahunnur

Clue: *Untuk Dapat Menjawab Pertanyaan Materi Al-Qur'an dan Hadits maka ada syarat dan ketentuan yang harus dikerjakan. *Syaratanya a...