Wednesday, May 9, 2018

BEBAN HIDUP

Kisah fiktif santri, kritik sosial.

Emon dan Unes suatu ketika mengadu permasalahan hidup. Dua santri cerdik dan cerdas ini ternyata memiliki masalah hidup yang besar, beban hidup yang menurutnya sudah tidak dapat ditangani dengan kecerdikannya. Untuk itu, ia mengadu permasalahan ini kepada Kang Ustaz.

Alih-alih mendapatkan solusi, Kang Ustaz malah menasihati mereka agar jangan menjadi beban hidup bagi orang lain.

Unes, "Kami butuh solusi Ustaz!" Pintanya dengan penuh harap.

Utaz, "Janganlah mengeluh tentang beban hidup, dan janganlah hidupmu menjadi beban buat orang lain. Beban mata, beban telinga, beban intelektual, beban umat." Jawabnya.


Emon yang lama terdiam, tiba-tiba bertanya, "Apa maksud dari jawaban panjenengan Ya Ustaziy (wahai guruku)?"

Ustaz, "Semua orang mempunyai beban hidup, tinggal bagaimana kreatifitas manusia menghadapinya. Yang perlu kalian perhatikan adalah agar jangan menjadi beban hidup bagi orang lain:

1. Beban mata: Jangan sampai orang yang melihat perilakumu, mereka terasa bosan karena apa yang kamu lakukan merugikan orang lain, sehingga mata mereka tidak ridho. Kehadiranmu di mata manusia tidak diharapkan. Bahkan terhadap orang-orang terdekatmu.

2. Beban Telinga: Jangan sampai orang lain sibuk mendengar kabar aibmu, sementara kamu senantiasa merasa nyaman dengan perbuatan dosa-dosamu. Hal ini dikarenakan banyaknya dosa-dosamu terhadap ligkungan sekitar yang merugikan orang lain.

3. Beban Intelektual: kalian adalah orang-orang berpendidikan, jangan sampai perilakumu mencederai gelar akademisimu. Melakukan hal-hal sepele yang tidak layak disandang bagi kaum terdidik.

4. Beban Umat: janganlah hidup mementingkan diri sendiri, berlomba-lomba meminta tanpa ada hasrat untuk memberi. Umat masih membutuhkan sosok seperti kalian, yang menebar manfaat sesuai dengan peran masing-masing."


Mendengar nasihat tersebut, keduanya mengurungkan diri untuk meminta solusi lebih lanjut. Mereka paham apa yang harus mereka lakukan. Akhirnya mereka mohon pamitkarena merasa beban hidupnya telah hilang.



_fiktif.santrikritiksosial_

Ketika Santri Jatuh Cinta

Bagian.1.
- Layang- Layang Lepas


Ahsan. Nama yang tidak begitu diperhitungkan. Terlahir dari dua pasang suami istri yang berlatar belakang petani. Shobron dan Jamilah, begitulah nama kedua orang tuanya.

 Bernama lengkap Ahsantu. Ia tak mengetahui arti dibalik nama itu. Yang ia rasakan, hanyalah sebagai anak kecil yang lugu dan manja, dari kedua orang tuanya yang terkenal kaya raya di Desanya. Bisnis yang tiada merugi, serta sawah yang terbentang luas, seluas mata memandang. Tiada peduli berapa hektar sawah punya orang tuanya, serta berapa besar kekayaan orang tuanya. Karena semua orang mengetahui dan mengenal nama serta kekayaannya.

Wataknya yang pemalas dan senang bermain, membuatnya sering dicari kedua orang tua. Utamanya tatkala waktu shalat telah tiba dengan tanda azan berkumandang. Ke pelosok manapun, ibunya selalu mencari Ahsan agar tak lupa menjalankan shalat lima waktu tepat pada waktunya. Meskipun Ahsan sendiri sering jauh bermain layang-layang, hingga layang-layang putus pun tak luput dari pantauan matanya untuk dikejar. Sejauh apapun ltu.

Alasannya sangat singkat. Ia tidak mau diajak oleh ibunya hanya untuk sekedar pergi ke sawah. Karena menurutnya, di sawah yang ia temui hanyalah hamparan pemandangan yang dipenuhi padi hijau. Setelah didekati, yang dilihat hanyalah galian tanah liat yang kotor, dipenuhi ulat-ulat kecil, cacing, hama, dengan suasana di bawah terik matahari yang panas.

Jika ia memaksakan diri pergi ke sawah dengan Ibu, maka yang ia rasakan adalah bagaimana panasnya matahari menyengat kulit, gatal-gatal yang dirasa. Sebab itulah, ia lebih memilih menghindar dari sawah, memilih asyik bermain layang-layang dengan tantangan masa kecil yang mengesankan.



Tugas Mapel Al-Qur'an dan Hadits Kelas XI A dan B MA Misbahunnur

Clue: *Untuk Dapat Menjawab Pertanyaan Materi Al-Qur'an dan Hadits maka ada syarat dan ketentuan yang harus dikerjakan. *Syaratanya a...