Selasa (31/05) sekitar pukul 06 : 30 suasana langit
Manahijussadat dipenuhi awan hitam pertanda akan turunnya hujan lebat. Di
tengah suasana Ujian Lisan Ahir semester, terlihat beberapa santri berlalu
lalang menjalankan aktivitas mengaji dan sebagian lain mempersiapkan ujian
lisan sangat serius dengan beberapa buku di genggaman mereka dan Alqur’an yang
selalu dibaca.
Beginilah
suasana yang dirindukan oleh para Guru Manahijussadat dan pendidik pada
umumnya. Karena ujian untuk belajar, bukan belajar untuk ujian. Bahwa ujian
yang sesungguhnya adalah ketika seorang santri mampu mengamalkannya dalam ranah
kehidupan sosial yang bersifat universal.
Dan kehawatiran itu terjadi, ketika hujan lebat mengguyur
bumi manahijussadat. Di bawah naungan Kubah (Atta’awun) penulis mempersiapkan
segala hal perbekalan untuk mengikuti “Pelatihan menulis” di Pondok Pesantren
Modern Darul Istiqomah, Bondowoso Sebagai perwakilan dari tim redaksi Majalah
Sabrina. Hingga hujan sedikit reda memberanikanku berangkat menuju stasiun
hingga tepat sampai disana jam 08 : 00.
Banyak yang harus saya katakan kepada dunia, tentang isi
hati yang selalu terpendam dan tiada seorangpun yang mau mendengarnya. Bisikan
dan renungan yang selalu berkomunikasi dalam hati, seakan-akan dalam tubuh ini
terdapat dua pribadi yang selalu berteman dan tidak dapat dipisahkan sebagai
teman abadi. Mereka selalu berdiskusi dalam raga ini tentang ungkapan hati yang
hendak mengatakan kepada dunia, namun hingga diskusi usai salah-satu dari
mereka mengatakan bahwa cara terbaik untuk berkata kepada dunia adalah dengan
menulis.
Yaaaa..... menulis adalah cara terbaik dan terampuh untuk
mengungkapkan seluruh isi hati kepada dunia yang dalam keramaiannya terkadang
membisu. Dunia sejatinya membisu dan tidak dapat mendengar keramaian dari
suara-suara kaum kerdil yang merintih dibawah naungan politik yang licik.
Panggung mereka lebih luas daripada singgasana Istana Raja, karena mereka mampu
berkamuflase ke berbagai tempat dengan alasan tugas Negara.
Setidaknya itu adalah bagian kecil dari alasan seorang
penulis menggoreskan tintanya untuk merubah dunia yang membisu, karena penulis
meyakini dunia hanya akan mendengar suara-suara hati yang terungkap dalam
tulisan, dan tulisan inilah yang akan abadi dan penulis tersebut seakan-akan selalu hadir sepanjang masa
karyanya tetap dibaca lintas zaman. Lihatlah karya-karya Imam Al-Bukhari, Imam
Syafi’i, Imam Nawawi, Buya Hamka, mereka masih terdengar di telinga kita hari
ini, memberikan solusi dan pandangan hidup melalui tulisan.
Tepat pada hari Rabu, 01 juni 2016 sekitar pukul 13 : 00
penulis sampai di tempat pelatihan; Pondok Pesantren Modern Darul Istiqomah,
Bondowoso. Penulis yang ditemani oleh Mahasiswa Sudan yang sedang berlibur,
Faruq Abdul Hakim yang juga anak dari Pimpinan Darul Istiqomah, Serang.
Perjalanan yang cukup melalahkan, memakan waktu sekitar 12 jam dengan
transportasi kereta dan bus. Letak geografis pondok yang berada di kawasan
pegunungan, suasana yang asri membuat semua penduduk Pesantren dan masyarakat
terlihat begitu damai dan tentram.
“Pelatihan menulis ini tidak lain adalah untuk melahirkan
para penulis dari kalangan umat Islam, agar umat Islam mampu menguasai media
dengan menulis”, ungkap KH. Masruri Abdul Muchit L.c, Pimpinan Pondok Pesantren
Darul Istiqomah ketika mengawali pembukaaan acara pelatihan menulis pada pukul
20 : 00 – 21 : 00 WIB.
Pelatihan menulis oleh M. Husnaini yang telah menerbitkan
sekitar 7 buku karyanya dan menulis sekitar 500 artikel yang telah dimuat di
media. Ada banyak materi yang disampaikan
oleh beliau dalam pelatihan menulis diantaranya adalah latihan menulis dari
nol, membangun kebiasaan menulis rutin, menyerap bacaan mengemas tulisan,
menyunting naskah dan menerbitkan buku.
“Isy Kaatiban, aw mut Maktuwban!”, hiduplah sebagai
penulis atau mati dalam keadaan ditulis. Semboyan yang digaungkan oleh M
Husnaini di hadapan para peserta pelatihan menulis adalah santri dari berbagai
daerah. Diantaranya, dari Banten, Sumbawa, Lumajang, Jember, Bondowoso dan
lainnya.
Mereka sangat antusias mengikuti pelatihan menulis yang
diadakan di Pon Pes Darul Istiqomah, Bondowoso di bawah asuhan KH. Masruri Abd
Muchit L.c. Pelatian menulis tersebut selama empat hari, dibuka mulai rabu 1
juni 2016 pukul 20 : 00 – 21 : 00 dilanjutkan esoknya selama dua hari, kamis
dan jumat (2-3/06/2016) dari pukul 08.00 s/d 22.00 WIB.
Dalam bimbingan M Husnaini sebagai penulis buku-buku
hikmah itu, peserta dilatih untuk bisa menulis melalui tiga tahap. Pertama, menulis
masalah yang sederhana atau mudah. Kedua, menuangkan seluruh isi hati
dan pikiran. Ketiga, membaca ulang apa yang telah ditulis, lalu diedit.
Menulis secara sederhana adalah menulis sesuatu yang
sesuai dengan kemampuan seseorang tersebut. hal ini berkaitan dengan latar
belakang dan profesi penulis. Misalnya, seseorang yang berprofesi sebagai
pendidik, maka ia sangat mungkin bisa menulis tentang pendidikan. yang kedua,
menuangkan seluruh isi hati dan pikiran. Tipe seperti ini adalah untuk penulis
yang ingin menyampaikan apa yang menjadi pikiran dan isi hatinya hingga
berbentuk karya tulis.
Yang terahir, membaca ulang apa yang telah ditulis lalu
diedit. Perlu diketahi, ketika seseorang ingin menulis suatu karya tulis,
apapun itu. Maka hendaknya ia menuliskan semua apa yang terlintas dalam
pikirannya tanpa ada keinginan untuk mengedit tulisan. Karena tugas penulis
adalah “menulis” bukan “editor”. Adapun untuk mengedit adalah bisa dilakukan
di ahir setelah semua opini tertulis
atau setelah 1 1/5 halaman. Kebanyakan penulis gagal adalah karena berusaha
mengedit sebelum tulisan itu selesai.
Setelah para peserta mampu menuangkan ide-ide pikirannya
dalam bentuk tulisan, selanjutnya peserta dilatih untuk membangun komitmen agar
istiqomah bisa menulis secara rutin. Sekaligus diajarkan tips menerbitkan
tulisan di media, menyunting kumpulan tulisan agar menjadi buku lalu
menerbitkannya.
Di hari keempat, sabtu 04 Juni 2016. Peserta dibekali
motivasi menulis oleh Moch Khoiri, penulis buku “Rahasia Top Menulis”.
Pelatihan menulis ditutup secara resmi bersamaan dengan agenda khataman serta
pelepasan alumni XIX (TMI) XVII (TMAL) Pon Pes Darul Istiqomah Bondowoso.
Hasil pelatihan menulis peserta diberikan
waktu 1 bulan untuk mengirimkan minimal dua artikel dan maksimal tiga artikel
dengan tema pesantren. Karya Antologi ini menjadi semangat awal bagi para
peserta agar ke depan bisa menelurkan karya tulis, khususnya menerbitkannya
dalam bentuk buku. Pelatihan menulis ini akan terus berlanjut dengan membuat
Grup Whats App yang diberi nama “Santri Menulis” sebagai latihan yang
berkelanjutan demi mewujudkan semangat menulis sebuah karya.