Tuesday, December 29, 2015

MENYEGARKAN PEMAHAMAN ISLAM : SEBUAH TOLERANSI


 
OLEH : Ma’zumi
MAHASISWA TARBIYAH LATANSA MASHIRO semester V, mengajar di PPM. Manahijussadat.

            Beberapa bulan yang lalu beredar informasi dari berbagai media massa yang sangat mengguncang dan menyorot perhatian kaum muslimin di tanah air. Pasalnya situs-situs yang selama ini menjadi pusat informasi dan referensi dakwah Islam telah diblokir oleh KEMENKOMINFO yang bekerjasama dengan BNPT beralasan bahwa pada situs-situs tersebut berisi dukungan terhadap gerakan islam radikal, mendukung ISIS, dan menjelek-jelekkan pemerintahan sekarang.
Situs-situs yang diblokir ialah Arrahmah.com, Voa Islam.com, ghur4ba.blog.spot, Panjimas.com, thoriguna.com, dakwatuna.com, kalifahmujahid, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayatullah.com, salam-online.com, aglislamiccenter.com, kiblat.net, dakwahmedia.com, mugawamah.com, lasdipo.com, gemaislam.com, eramuslim.com dan daulahislam.com.
            Tapi apakah benar dari situs-situs demikian berisi tentang ajakan untuk gerakan islam radikal? Dengan penyelidikan yang dilakukan tim kemenkominfo itu apakah ada bukti yang dapat dipaparkan ke depan khalayak ramai untuk meyakinkan publik bahwa mereka melakukan hal-hal demikan? Kenapa sebelumnya tidak ada izin atau teguran terlebih dahulu kepada pihak pengelola situs terebut? Bukankah cara terbaik dalam islam menyelesaikan masalah dengan bermusyawarah. Lantas bagaimana penanggulangan terhadap situs-situs porno yang hingga saat ini masih beredar dan dapat diakses berbagai kalangan? Atau Faham-Faham Liberal yang semakin menjangkit di masyarakat.
            Jika melihat permasalahan demikian, rasanya pemerintah menilai secara subjektif. Menutup satu mata untuk fokus pada masalah lain yang belum jelas kebenarannya. Karena dengan diblokirnya media islam secara otomatis pengaruh dakwah Islam semakin terbatas, semakin terbatasnya informasi tentang agama akan menjadikan pendangkalan pengetahuan tantang agama tersebut sehingga yang awam semakin awam dan yang alim tak dapat mentranformasi ilmu. Lalu bagaimana dengan  demokrasi Indonesia yang katanya bebas menyampaikan pendapat?
            Jauh sebelum permasalahan tersebut muncul, ramai dibincangakan dalam diskusi umum di berbagai media massa dan jejaring sosial tentang toleransi beragama. Ucapan selamat hari natal yang tidak dipebolehkan dalam Islam menjadi polemik bagi semua kalangan masyarakat khususnya islam dan kristen. Pihak non muslim beranggapan bahwa umat islam tidak ada toleransi kepada agama lain dengan tidak memberi ucapan selamat kepada umat kristiani.
            Yang menjadi ironisnya lagi ialah Ulama kita berselisih pendapat  mengenai hal itu, yang satu menghalalkan dan yang lain mengharamkannya dengan pendapat yang berbeda. Dimana  dalam hal ini membuat kerancuan pemahaman di masyarakat tingkat awam secara umum. Perbedaan pendapat menjadi hal yang wajar dalam islam tapi tidak untuk diperdebatkan dan tidak untuk menggolong.
            Fenomena-fenomena dan polemik tentang permasalahan agama islam memang sangat beragam. Dari segala sisi islam sangat menarik untuk dikaji, sehingga apapun yang berkaitan dengan islam tidak akan luput dari gejala sosial yang ada. Beberapa tahun silam tepatnya pada tahun 2002 terdapat berita yang menghebohkan dari artikel yang dimuat di salah satu surat kabar ternama yang berjudul “Menyegarkan kembali pemahaman Islam, Sebuah Afirmasi”.
            Artikel tersebut ditulis oleh salah satu ulama jebolan NU yang menggabungkan dirinya dengan organisasi JIL (Jaringan Islam Liberal), Ulil Absar Abdalla. Salah satu ungkapan kontroversial yang ia tulis dalam artikel tersebut ialah ia tidak mengakui adanya “Hukum Tuhan” dalam pengertian seperti yang dipahami kebanyakan orang Islam.
            Misalnya, hukum Tuhan mengenai pencurian, jual beli, pernikahan, pemerintahan, dan sebagainya. Karena menurut dia yang ada hanyalah prinsip-prinsip umum yang universal yang dalam tradisi hukum islam klasik disebut sebagai maqashidusy syari’ah, atau tujuan umum syari’at islam. Setelah mengungapkan beberapa alasan dalam artikelnya ia melanjutkan bahwa kedudukan Nabi Muhammad s.a.w adalah tokoh historis yang harus dikaji secara kritis karena sebagai manusia Nabi memiliki banyak kekurangan dan tidak wajib mengikuti Rasul secara harfiah.
Untuk lebih memahami dunia islam memang sangat menarik untuk dibahas dan dikaji lebih mendalam. Karena ruang diskusi terbuka untuk umum, di berbagai media massa semua bisa berpendapat begini dan begitu. Tapi apakah dibenarkan oleh Islam tentang siapa orang yang lebih berhak untuk berbicara masalah agama hingga menentukan Ijtihad? Dan orang yang tidak beragama pun dengan mudah berpendapat tentang agama.
            Hal ini yang telah diungkapkan di dalam Al-qur’an Surat Al-Hajj ayat 3 yang artinya “ dan diantara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu dan hanya mengikuti para setan yang sangat jahat” di ayat 8 Allah menegaskan “ dan diantara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab  (wahyu) yang memberi penerangan”.
            Perkembangan Liberalisme di Tanah Nusantara yang kian menjamur semakin menjadikan kalangan awam skeptis tentang agama yang selama ini mereka yakini, Islam. mulai dari pemikiran tentang kebenaran relatif, Islam Nusantara, Perkawinan beda Agama, UU Pornografi, Feminisme, Emansipasi wanita, hingga toleransi beragama yang tiada mengenal batas. Baru-baru ini mulai ramai diskusi Toleransi bergama yang mempermasalahkan boleh tidaknya mengucapkan “Selamat Hari Natal”.
            Toleransi beragama adalah menghargai dan menjunjung tinggi asas keberagamaan antar pemeluk agama dengan keyakinan masing-masing, bukan saling menghasut dan menimbulkan gejala perpecahan yang berakibat pada ranah sosial yang lebih luas. Karena beragama adalah hak prerogatif masing-masing individu, tidak ada paksaan dalam beragama (untuk mengikuti agama lain). pemaksaan hanya ada ketika orang tersebut sudah ada ikatan dengan agamanya. Tolereansi beragama bisa dilihat dari surat Al-Kairun, “Lakum Diynukum Waliyadiyn”.
            Menyegarkan kembali pemahaman islam, haruslah tidak dengan cara-cara yang kontroversial. Pemahaman islam dengan mengkaji dan menggali lebih dalam arti islam yang lebih luas dan konfrehensif, tidak setengah setengah. Karena pada sebagian manusia hanya menerima islam dengan setengah-setengah (Qs.Al-Hajj : 11).
            Memang Islam dibangun bukan untuk peperangan diatas pedang yang terhunus, tapi bukan berarti kita harus menghilangkan makna jihad fi sabilillah yang menjadi karakteristik dari puncak beribadah kepada Allah SWT. Mukmin yang baik tidak semena-mena menerima informasi dengan mudah dan pemahaman yang setengah-setengah, karena kita diwajibkan untuk bertabayyun (meneliti kebenaran dari informasi yang beredar) bukan semena-mena menjustifikasi golongan tertentu tanpa alasan yang jelas.
            Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Qs.Al-Hujurat : 6).
            Islam adalah Rahmatan Lil ‘Alamiyn, kebenaran ajaran islam yang tertuang dalam Syariat untuk menolong manusia seluruh alam, apapun agamanya, ras dan sukunya. Karena bumi Allah haruslah diwariskan oleh hamba-hamba-Nya yang shaleh. Mengutip pendapat Dr. Adian Husaini  dalam salah-satu artikelnya, kebebasan Islam adalah mempunyai konsep Ikhtiyar yaitu bebas memilih yang baik, sedangkan kebebasan Liberal adalah bebas tanpa adanya batasan antara baik dan buruk.

No comments:

Post a Comment

Tugas Mapel Al-Qur'an dan Hadits Kelas XI A dan B MA Misbahunnur

Clue: *Untuk Dapat Menjawab Pertanyaan Materi Al-Qur'an dan Hadits maka ada syarat dan ketentuan yang harus dikerjakan. *Syaratanya a...