Oleh: Ma’zumi H.S
Wahab bin Munabbih r.a. berkata,
“Meminta kepada Allah melalui shalat ketika menghadapi suatu keperluan adalah
dianjurkan. Orang-orang terdahulu juga, apabila ditimpa suatu bencana, mereka
segera melakukan shalat. Dan apabila selamat dari bencana, mereka pun segera
melakukan shalat.”
Kemudian dia bercerita, di Kuffah
ada seorang kuli barang yang terkenal dan sangat dipercaya oleh orang karena
kejujurannya. Banyak para pedagang yang menitipkan barang atau uang kepadanya.
Suatu hari ketika dalam perjalanan, ia bertemu dengan seorang lelaki. Lelaki
itu bertanya, “Engkau mau pergi ke mana?”
Kuli menjawab, “Aku akan pergi ke
kota Fulan.”
Lelaki itu berkata, “Aku pun akan
pergi ke sana. Aku tidak sanggup berjalan kaki bersamamu. Bagaimana kalau aku
mengendarai keledaimu dengan bayaran satu dinar?”
Si kuli tersebut menyetujuinya. Lalu
lelaki itu mengendarai keledai. Ketika tiba di suatu persimpangan jalan, lelaki
itu bertanya, “Jalan mana yang akan engkau lalui?”
Si kuli menjawab, “Jalan umum ini.”
Lelaki tersebut kemudian menyahut,
“Jalan yang satunya ini lebih dekat dan lebih memudahkan bagi keledai ini,
karena banyak sekali rumput di sana.”
Si kuli berkata, “Aku belum pernah
melewatinya.”
Lelaki itu berkata lagi, “Aku sering
melewatinya.”
“Baiklah, kita coba jalan yang ini,”
Jawab si kuli menyetuji.
Maka mereka pun melewati jalan itu.
Beberapa saat kemudian, mereka tiba di sebuah hutan lebat yang menyeramkan dan
banyak berserakan tengkorak manusia. Tiba-tiba lelaki itu turun dari keledai
sambil mengeluarkan pedang dari balik punggungnya dan berniat akan membunuh si
Kuli. “Jangan lakukan itu!” Teriak si Kuli, “Ambillah keledai dan barang-barang
ini kalau itu keinginanmu, tapi jangan bunuh aku!” Namun lelaki itu tidak
mengindahkannya bahkan bersumpah akan membunuh si Kuli terlebih dahulu sebelum
mengambil semua barangnya.”
Si Kuli terus memohon sambil
memelas. Namun, lelaki zhalim itu sama sekali tidak menghiraukannya. Akhirnya
si Kuli pasrah dan berkata, “Baiklah, kalau itu keinginanmu, izinkan aku
melakukan shalat dua raka’at untuk yang terakhir kalinya.”
Lelaki itu berkata sambil tertawa
mengejek, “Cepat lakukan! Mayat-mayat ini pun mengajukan permohonan yang sama,
namun shalat-shalat mereka sama sekali tidak dapat menolong sedikitpun.”
Rupanya lelaki ini adalah seorang yang pengalaman membunuh.
Si Kuli segera mamulai shalat.
Namun, setelah selesai membaca al-Fatihah, tidak ada satu surat pun yang
diingatnya. Sementara lelaki zhalim it uterus mendesak terus mendesak agar si
Kuli mempercepat shalatnya, “Cepat selesaikan shalatmu!” Tiba-tiba, tanpa
disengaja terucap oleh lidah si Kuli sebuah ayat yang berbunyi:
اَمَّنْ يُجِيْبُ الْمُضْطَرَّ اِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْءَ
“Atau siapakah yang menerima (doa) orang
yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan
kesulitannya.” (Qs.an-Naml [27]: 62).
Dia (Kuli) membaca ayat itu sambil
menangis. Tiba-tiba muncullah seorang penunggang kuda memakai topi besi yang
gemerlapan. Dia menikam lelaki zhalim itu hingga tewas. Dari tempat jatuhnya si
zhalim itu, keluarlah nyala api. Si Kuli langsung bersujud sebagai tanda syukur
kehadirat Allah Swt. Lalu ia berlari ke arah penunggang kuda tadi dan bertanya,
“Ceritakanlah padaku! Siapakah engkau dan bagaimana engkau bisa datang kemari?”
Penunggang kuda itu menjawab, “Aku adalah
penjaga ayat yang engkau baca tadi. Sekarang engkau selamat. Silahkan engkau
pergi ke mana saja engkau sukat.” Setelah berkata demikian, ia pun menghilang.
Demikian indahnya pertolongan Allah Swt.
melalui shalat. Begitu membekas bahkan seseorang rela mati setelah melaksanakan
shalat. Hal ini juga pernah dilakukan oleh Khubaib tatkala hendak dibunuh
sebagai tawanan, ia yang pertama kali melaksanakan shalat dua raka’at sebelum
dibunuh oleh musuh. Tatkala jasadnya akan dipertontonkan, Allah menyelamatkan
jasadnya dengan menenggelamkannya di dalam bumi. Hingga tidak tersisa
sedikitpun bagian dari tubuhnya.
Pertanyaannya adalah, sudahkah benar shalat
kita? Sudahkah shalat berpengaruh dalam kehidupan kita? Jika kesulitan hidup
masih kita dapati, barangkali ada kesalahan dalam shalat kita, meskipun
tergolong dari orang-orang yang rajin menjalankan shalat. Bisa pula ada
kesalahan dalam berwudhu, atau tidak sadar diri bahwa dalam shalat kita sedang
berhadapan dengan Allah Swt.
Ibnu Shirin rah.a. berkata, “Seandainya aku
diberi kesempatan untuk memilih antara surge dan dua raka’at shalat, maka aku
akan memilih shalat. Karena surge itu untuk kesenanganku, sedangkan shalat
adalah untuk keridhaan Rabbku.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Alangkah pantas
dicemburui seorang muslim yang ringan hidupnya, keluarga dan hartanya tidak
menyibukkannya, banyak peluang untuk shalat, lalu menerima rezeki yang ada,
bersabar atas segala hal, beribadah kepada Allah dengan sebaik-baiknya, hidup
tanpa disanjung, kematiannya dipermudah, sedikit harta warisannya, dan tidak
banyak orang yang menangisinya (al-Jami’ush Shaghir). Beliau Saw juga bersabda,
“Perbanyaklah shalat-shalat (sunnah) di rumahmu, agar rumahmu semakinn dipenuhi
kebaikan.”
Sumber: Fadhailul A’mal, Maulana
Muhammad Zakariyya al-Kandawi rah.a hal 95-96.