Wednesday, January 10, 2018

Kisah Keajaiban Shalat



Oleh: Ma’zumi H.S

            Wahab bin Munabbih r.a. berkata, “Meminta kepada Allah melalui shalat ketika menghadapi suatu keperluan adalah dianjurkan. Orang-orang terdahulu juga, apabila ditimpa suatu bencana, mereka segera melakukan shalat. Dan apabila selamat dari bencana, mereka pun segera melakukan shalat.”
            Kemudian dia bercerita, di Kuffah ada seorang kuli barang yang terkenal dan sangat dipercaya oleh orang karena kejujurannya. Banyak para pedagang yang menitipkan barang atau uang kepadanya. Suatu hari ketika dalam perjalanan, ia bertemu dengan seorang lelaki. Lelaki itu bertanya, “Engkau mau pergi ke mana?”

            Kuli menjawab, “Aku akan pergi ke kota Fulan.”
            Lelaki itu berkata, “Aku pun akan pergi ke sana. Aku tidak sanggup berjalan kaki bersamamu. Bagaimana kalau aku mengendarai keledaimu dengan bayaran satu dinar?”

            Si kuli tersebut menyetujuinya. Lalu lelaki itu mengendarai keledai. Ketika tiba di suatu persimpangan jalan, lelaki itu bertanya, “Jalan mana yang akan engkau lalui?”
            Si kuli menjawab, “Jalan umum ini.”
            Lelaki tersebut kemudian menyahut, “Jalan yang satunya ini lebih dekat dan lebih memudahkan bagi keledai ini, karena banyak sekali rumput di sana.”
            Si kuli berkata, “Aku belum pernah melewatinya.”
            Lelaki itu berkata lagi, “Aku sering melewatinya.”
            “Baiklah, kita coba jalan yang ini,” Jawab si kuli menyetuji.

            Maka mereka pun melewati jalan itu. Beberapa saat kemudian, mereka tiba di sebuah hutan lebat yang menyeramkan dan banyak berserakan tengkorak manusia. Tiba-tiba lelaki itu turun dari keledai sambil mengeluarkan pedang dari balik punggungnya dan berniat akan membunuh si Kuli. “Jangan lakukan itu!” Teriak si Kuli, “Ambillah keledai dan barang-barang ini kalau itu keinginanmu, tapi jangan bunuh aku!” Namun lelaki itu tidak mengindahkannya bahkan bersumpah akan membunuh si Kuli terlebih dahulu sebelum mengambil semua barangnya.”

            Si Kuli terus memohon sambil memelas. Namun, lelaki zhalim itu sama sekali tidak menghiraukannya. Akhirnya si Kuli pasrah dan berkata, “Baiklah, kalau itu keinginanmu, izinkan aku melakukan shalat dua raka’at untuk yang terakhir kalinya.”

            Lelaki itu berkata sambil tertawa mengejek, “Cepat lakukan! Mayat-mayat ini pun mengajukan permohonan yang sama, namun shalat-shalat mereka sama sekali tidak dapat menolong sedikitpun.” Rupanya lelaki ini adalah seorang yang pengalaman membunuh.

            Si Kuli segera mamulai shalat. Namun, setelah selesai membaca al-Fatihah, tidak ada satu surat pun yang diingatnya. Sementara lelaki zhalim it uterus mendesak terus mendesak agar si Kuli mempercepat shalatnya, “Cepat selesaikan shalatmu!” Tiba-tiba, tanpa disengaja terucap oleh lidah si Kuli sebuah ayat yang berbunyi:
            اَمَّنْ يُجِيْبُ الْمُضْطَرَّ اِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْءَ
“Atau siapakah yang menerima (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesulitannya.” (Qs.an-Naml [27]: 62).

Dia (Kuli) membaca ayat itu sambil menangis. Tiba-tiba muncullah seorang penunggang kuda memakai topi besi yang gemerlapan. Dia menikam lelaki zhalim itu hingga tewas. Dari tempat jatuhnya si zhalim itu, keluarlah nyala api. Si Kuli langsung bersujud sebagai tanda syukur kehadirat Allah Swt. Lalu ia berlari ke arah penunggang kuda tadi dan bertanya, “Ceritakanlah padaku! Siapakah engkau dan bagaimana engkau bisa datang kemari?”

Penunggang kuda itu menjawab, “Aku adalah penjaga ayat yang engkau baca tadi. Sekarang engkau selamat. Silahkan engkau pergi ke mana saja engkau sukat.” Setelah berkata demikian, ia pun menghilang.

Demikian indahnya pertolongan Allah Swt. melalui shalat. Begitu membekas bahkan seseorang rela mati setelah melaksanakan shalat. Hal ini juga pernah dilakukan oleh Khubaib tatkala hendak dibunuh sebagai tawanan, ia yang pertama kali melaksanakan shalat dua raka’at sebelum dibunuh oleh musuh. Tatkala jasadnya akan dipertontonkan, Allah menyelamatkan jasadnya dengan menenggelamkannya di dalam bumi. Hingga tidak tersisa sedikitpun bagian dari tubuhnya.

Pertanyaannya adalah, sudahkah benar shalat kita? Sudahkah shalat berpengaruh dalam kehidupan kita? Jika kesulitan hidup masih kita dapati, barangkali ada kesalahan dalam shalat kita, meskipun tergolong dari orang-orang yang rajin menjalankan shalat. Bisa pula ada kesalahan dalam berwudhu, atau tidak sadar diri bahwa dalam shalat kita sedang berhadapan dengan Allah Swt.

Ibnu Shirin rah.a. berkata, “Seandainya aku diberi kesempatan untuk memilih antara surge dan dua raka’at shalat, maka aku akan memilih shalat. Karena surge itu untuk kesenanganku, sedangkan shalat adalah untuk keridhaan Rabbku.”

Rasulullah Saw. bersabda, “Alangkah pantas dicemburui seorang muslim yang ringan hidupnya, keluarga dan hartanya tidak menyibukkannya, banyak peluang untuk shalat, lalu menerima rezeki yang ada, bersabar atas segala hal, beribadah kepada Allah dengan sebaik-baiknya, hidup tanpa disanjung, kematiannya dipermudah, sedikit harta warisannya, dan tidak banyak orang yang menangisinya (al-Jami’ush Shaghir). Beliau Saw juga bersabda, “Perbanyaklah shalat-shalat (sunnah) di rumahmu, agar rumahmu semakinn dipenuhi kebaikan.”

Sumber: Fadhailul A’mal, Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandawi rah.a hal 95-96.

Tuesday, January 9, 2018

Untuk Para Penghafal Qur’an



Oleh: Ma’zum H.S

Untuk para penghafal Qur’an. Khususnya anak-anak RUFAQA  yang sedang menjalani liburan. Saya tidak bisa menyapa satu persatu dari kalian. Tetapi insya Allah melalui tulisan ini, semoga sedikit memberi kita pencerahan dan motivasi tentang menghafal al-Qur’an. 

Masa-masa liburan akan segera usai. Akan tetapi jangan hal ini dijadikan alasan untuk tidak muroja’ah. Baiklah langsung saja, tatkala di pondok sering kali kita beralasan kekurangan waktu untuk menghafal dan mengulang hafalan. Alhamdulillah, dengan ketentuan Allah kita diberikan waktu yang sangat luang dengan adanya liburan ini. Masihkah kita beralasan untuk tidak mengulang hafalan?

Silahkan dijawab dalam hati masing-masing. Beberapa alasan bisa jadi sebagai berikut; manfaatkan liburan dengan refresing sebanyak mungkin, buat apa sih menghafal Qur’an, kayak gak ada kerjaan lain aja. Atau alasan dari orang lain yang menjuluki kita sebagai sok alim, ehh nanti aja yah menghafalnya setelah lulus, sekarang fokus belajar dulu. Jangan memaksa anak kecil menghafal. Bahkan yang paling ironisnya lagi adalah tatkala terlalu lama waktu kita bersama Qur’an, dianggap aneh. Dan berbagai macam alasan lainnya. 

Saya katakana, “Orang pesimis selalu memberikan 1000 alasan untuk gagal, sedangkan orang optimis mempunyai 1000 alasan untuk berhasil.” Apapun halangan dalam menghafal Qur’an, bisa jadi karena banyak dosa, rasa cinta terhadap al-Qur’an berkurang, atau terlalu fokus terhadap hal-hal duniawi yang bersifat melalaikan. Untuk itu, lihatlah kehidupan Salafussalih serta memandang keutamaan dalam menghafal al-Qur’an.

            Diriwayatkan dari Ibnu Abi Daud tentang kebiasaan Salafussalih Radhiallahu ‘anhum. Bahwa dari mereka ada yang mengkhatamkan al-Qur’an dalam dua bulan satu kali khatam, ada pula dalam satu bulan satu kali khatam, sepuluh malam satu kali khatam, setiap delapan malam satu kali khatam. Dan kebanyakan setiap tujuh malam khatam. Ada pula setiap enam malam,  lima malam, empat malam, dan banyak lagi khatam setiap tiga malam. Ada pula setiap dua malam khatam. 

            Lebih dari itu, ada yang mengkhatamkan dalam satu hai satu malam, satu kali khatam. Dua kali khatam dalam satu hari-satu malam. Ada pula tiga kali khatam dalam satu hari. Delapan kali khatam dalam sehari, yakni empat kali khatam di malam hari dan empat kali di siangnya. (Kitab, At-Tibyan fi adabi Hamalatil Qur’an:47). Mereka mampu melakukan seperti itu, tidak lain karena rasa cinta terhadap al-Qur’an begitu tinggi.

Yang lebih dari itu, ada yang mengkhatamkan al-Qur’an lima kali dalam sehari. Utsman bin Affan r.a, Tamim Ad-Dariy, Sa’id bin Jubair, Mujahid, As-Syafi’I dan lainnya mengkhatamkan al-Qur’an tiga kali khataman dalam satu hari.
Para ahli ibadah di kalangan Tabi’in mengkhatamkan al-Qur’an di antara waktu Zhuhur dan Ashar, di antara waktu Maghrib dan Isya’, dan di bulan Ramadhan mengkhatamkan dua kali dan lebih.
 
                Demikian keshalihan generasi yang tidak kita dapati pada zaman now. Keistimewaan yang lain lebih banyak dari itu, hanya saja saya sengaja tidak menuliskan semuanya. Untuk mempersingkat pembahasan dan menajamkan perenungan kita mengapa saat ini bahkan untuk menghafal terasa berat, muroja’ah apalagi.

Tugas Mulia

            Mari merubah pola pikir kita. Jangan lagi mengatakan menghafal al-Qur’an susah, karena Allah Swt. Telah menjamin di dalam firman-Nya sebanyak kurang lebih lima kali. Ketika Allah sudah menjamin kemudahan, apakah kita masih ragu? Ketika Allah menjamin kemuliaan dengan al-Qur’an apakah kita masih ragu dengan mencari sesuatu yang memalingkan darinya? Padahal al-Qur’an kitab yang tidak ada keraguan “La-Royba” di dalamnya (Qs.02:02). Ragu saja tidak boleh, apalagi tidak percaya. Atau dengan alasan takut menghafal Qur’an, takut tidak bisa menjaganya? Ketahuilah, kalian hidup bukan untuk saat ini saja, masa depan masih jauh. Yang harus ditakutkan adalah bagaimana jika anak-anak kalian nantinya tidak mengenal al-Qur’an?

            Merubah pola pikir. Menghafal al-Qur’an adalah tugas yang mulia. Dijelaskan dalam Kitab Fadhailul A’mal yang disusun oleh Maulana Muhammad Zakariyya al-Khandalawi rah.a. semoga kita mendapat manfaat ilmu dari beliau. Bahwa menghafal beberapa ayat al-Qur’an untuk menunaikan shalat hukumnya fardhu ‘ain, sedangkan menghafal seluruh ayat al-Qur’an hukumnya fardhu kirafah.
            Jika tidak ada seorang pun yang hafizh al-Qur’an, maka seluruh kaum muslimin berdosa. Mulla Ali Qari rah.a. meriwayatkan dari az-Zarkasyi rah.a. bahwa ia berkata, “Jika dalam suatu kampung atau kota tidak ada seorang pun penduduknya yang membaca al-Qur’an, maka semua penduduk kampung itu berdosa.” (Zakariyya, Fadhilah A’mal: 08). Menjadi tugas mulia apabila kalian menjadi orang pertama di kampung/daerah kalian sebagai penghafal Qur’an. Yakni menyelamatkan dosa suatu kaum dengan menghafal al-Qur’an.

Yakinlah, bahwa puncak kenikmatan ada pada al-Qur’an. Silahkan memuaskan telinga dengan mendengarkan musik apapun yang kalian senangi, atau dengan hal-hal yang bersifat duniawi lainnya. Tetapi, semua kenikmatan itu kering seakan menjauhkan kita dari al-Qur’an yang dihafal. Dan rasa kenikmatan terhadap membaca al-Qur’an pun berkurang karena kecintaan kita terhadap musik.

Tugas Mapel Al-Qur'an dan Hadits Kelas XI A dan B MA Misbahunnur

Clue: *Untuk Dapat Menjawab Pertanyaan Materi Al-Qur'an dan Hadits maka ada syarat dan ketentuan yang harus dikerjakan. *Syaratanya a...