Thursday, December 31, 2015

TAHUN BARU MASEHI DAN HILANGNYA GHIRAH KEISLAMAN


 
Oleh : Ma’zumi


            Sudah menjadi budaya masyarakat Dunia yang merayakan tahun baru Masehi. Saya  katakan sebagai manifestasi dari euforia humanisme. Humanisme sendiri dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) mempunyai empat pengertian yaitu sebuah aliran yang bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan hidup yang lebih baik, paham yang menganggap manusia sebagai objek terpenting, aliran zaman Renaissance yang menjadikan sastra klasik (dalam bahasa latin dan Yunani) sebagai dasar seluruh peradaban manusia atau kemanusiaan.

            Di kalangan Barat sendiri atau non muslim tidak mempermasalahkan perayaan pergantian Tahun Baru Masehi karena memang yang mereka inginkan adalah kebahagiaan yang bersifat Hedonisme yaitu pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (KBBI).  Yang menjadi polemik sendiri adalah ketika kaum muslimin ikut serta merayakan tahun baru masehi, karena dengan demikian akan menghilangnya ghirah pada agama. 

            Menghilangnya ghirah islam sendiri tidak lain adalah sebuah dekadensi akhlaq yang lebih cenderung mengutamakan lifestyle dan International minded yang diartikan oleh Prof. Dr. Hamka sebagai pergaulan yang bertaraf internasional, pergaulan kebarat-baratan. sehingga mengabaiakannya tasamuh konsep Islam yang lebih mengedepankan Syaja’ah (berani menegakkan kebenaran), Wafa (setia atau loyalitas tinggi terhadap agama) dan Karam (dermawan atau al-juud) serta Islam mengajarkan bahwa dermawan dengan nyawa adalah puncak tujuan kedermawanan.

            Sejarah tahun baru sendiri ternyata bukanlah merupakan sesuatu yang baru, bahkan ternyata yang demikian itu adalah budaya jahiliyah sebelum datangnya Islam. perayaan yang diantaranya adalah hari raya Nairuz, dalam kitab Al Qomus. Nairuz adalah hari pertama dalam setahun, dan itu adalah awal tahun matahari. Orang-orang Madinah dahulu pernah merayakan sebelum datangnya Rasulullah SAW. Dan setelah diteliti ternyata itu adalah hari raya terbesarnya orang Persia bangsa Majusi para penyembah Api.

            Dikatakan dalam sebagian referensi bahwa pencetus pertamanya adalah salah satu raja-raja mereka yaitu bernama Jamsyad. Ketika Nabi datang ke Madinah beliau mendapati mereka bersenang-senang merayakannya dengan berbagai permainan, Nabi berkata : “Apakah dua hari ini”. Mereka menjawab, “ kami biasa bermain-main padanya di masa Jahiliyah,”. Maka Rasulullah SAW bersabda, : “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari itu dengan yang lebih baik dari keduanya yaitu hari raya Idul Adha dan Idul Fitri”. (HR. Abu Dawud, dishaihkan oleh Asy-syaikh Al-Bani).

            Dalam Hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda, “sungguh kalian akan benar-benar mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang  biawak sekalipun kalian pasti mengikuti mereka. Kami bertanya, : “wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi Atau Nasrani” beliau menjawab : “siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Muslim). Atau dalam Hadits lain mengatakan bahwa barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari mereka.

            Dari sini kita bisa menimbang sebuah kebenaran berdasarkan sejarah tahun baru tersebut dan penjelasan dari Hadits diatas bahwa yang demikian itu bukan berasal dari Islam. dan Islam sangat menjauhi hal-hal yang bersumber bukan dari Islam itu sendiri tentunya dalam hal amaliyah, karena hal tersebut lebih akan memicu pada sekulerisme kehidupan. Sekulerisasi kehidupan mengakibatkan memisahkan agama dan kehidupan itu sendiri, sehingga timbul anggapan dari mereka yang merayakan tahun baru Masehi dengan alasan tidak ada kaitannya dengan agama.

            Islam adalah Agama yang sangat mengedepankan doktrin wahyu dan Assunnah sebagai rujukan pemikiran bagi terlaksananya berkehidupan yang manusiawi, termasuk di dalamnya dalam hal memaknai arti dari kebahagiaan dan kesenangan hidup. Kebahagiaan dan kesenangan hidup dalam Islamic View (Perspektif Islam) tidak berada pada kesenangan yang bersifat Hedonisme dan sekulerisme, akan tetapi lebih kepada kebahagiaan yang bersandarkan akan ridho Allah SWT, hal ini yang diterangkan dalam Surat Al-Lail ayat 20-21.

            Artinya ketika kita melakukan suatu hal yang dipandang baik dan bisa membuat kita senang maka kita harus menyandarkan hal tersebut kepada Allah, apakah Allah ridho kita melakukan demikian. Semisal dengan pertanyaan apakah Allah ridho kita merayakan tahun baru Masehi yang di dalamnya terdapat banyak hal-hal yang tidak bermanfaat, menghambur-hamburkan uang, membuang-buang waktu dan rawan terjadinya maksiat. Padahal masih banyak hal-hal bermanfaat lainnya yang lebih bernilai seperti dzikir malam, tahajjud, qabliyah shubuh dan shalat shubuh berjama’ah. 

Sungguh sangat ironis ketika umat Islam merayakan tahun baru masehi yang sudah tentu di dalamnya lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Tahun baru Masehi dirayakan, tahun baru Hijriyah ditinggalkan. Shalat Tahajjud dan shubuh diabaikan, tidur pagi dilegalkan. Masjid membisu, terompet Yahudi ramai terdengar. Memang saat ini kita hidup dalam masyarakat yang hedonis dan sekuler, sehingga sangat sulit menyadarkan akan hal-hal wajib dan sunnah bahkan halal pun menjadi pilihan dan prioritas utama.

Di dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa kesombongan adalah menolak kebenaran dan menghina manusia. apakah dengan adanya hadits ini kita masih menolak penjelasan diatas?  Apakah dengan mengikuti perayaan tahun baru masehi kita termasuk orang yang menghina manusia (orang miskin), karena pada hakikatnya harta yang kita miliki lebih baik jika diinfakkan kepada fakir miskin dan anak yatim agar kita terhindar dari ancaman dalam Surat Al-Ma’un sebagai pendusta agama (ayat 1-3).

Sumber : Islam Pos, buku “Ghirah, Cemburu karena Allah” Prof. Dr. Hamka.

Tuesday, December 29, 2015

MENYEGARKAN PEMAHAMAN ISLAM : SEBUAH TOLERANSI


 
OLEH : Ma’zumi
MAHASISWA TARBIYAH LATANSA MASHIRO semester V, mengajar di PPM. Manahijussadat.

            Beberapa bulan yang lalu beredar informasi dari berbagai media massa yang sangat mengguncang dan menyorot perhatian kaum muslimin di tanah air. Pasalnya situs-situs yang selama ini menjadi pusat informasi dan referensi dakwah Islam telah diblokir oleh KEMENKOMINFO yang bekerjasama dengan BNPT beralasan bahwa pada situs-situs tersebut berisi dukungan terhadap gerakan islam radikal, mendukung ISIS, dan menjelek-jelekkan pemerintahan sekarang.
Situs-situs yang diblokir ialah Arrahmah.com, Voa Islam.com, ghur4ba.blog.spot, Panjimas.com, thoriguna.com, dakwatuna.com, kalifahmujahid, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayatullah.com, salam-online.com, aglislamiccenter.com, kiblat.net, dakwahmedia.com, mugawamah.com, lasdipo.com, gemaislam.com, eramuslim.com dan daulahislam.com.
            Tapi apakah benar dari situs-situs demikian berisi tentang ajakan untuk gerakan islam radikal? Dengan penyelidikan yang dilakukan tim kemenkominfo itu apakah ada bukti yang dapat dipaparkan ke depan khalayak ramai untuk meyakinkan publik bahwa mereka melakukan hal-hal demikan? Kenapa sebelumnya tidak ada izin atau teguran terlebih dahulu kepada pihak pengelola situs terebut? Bukankah cara terbaik dalam islam menyelesaikan masalah dengan bermusyawarah. Lantas bagaimana penanggulangan terhadap situs-situs porno yang hingga saat ini masih beredar dan dapat diakses berbagai kalangan? Atau Faham-Faham Liberal yang semakin menjangkit di masyarakat.
            Jika melihat permasalahan demikian, rasanya pemerintah menilai secara subjektif. Menutup satu mata untuk fokus pada masalah lain yang belum jelas kebenarannya. Karena dengan diblokirnya media islam secara otomatis pengaruh dakwah Islam semakin terbatas, semakin terbatasnya informasi tentang agama akan menjadikan pendangkalan pengetahuan tantang agama tersebut sehingga yang awam semakin awam dan yang alim tak dapat mentranformasi ilmu. Lalu bagaimana dengan  demokrasi Indonesia yang katanya bebas menyampaikan pendapat?
            Jauh sebelum permasalahan tersebut muncul, ramai dibincangakan dalam diskusi umum di berbagai media massa dan jejaring sosial tentang toleransi beragama. Ucapan selamat hari natal yang tidak dipebolehkan dalam Islam menjadi polemik bagi semua kalangan masyarakat khususnya islam dan kristen. Pihak non muslim beranggapan bahwa umat islam tidak ada toleransi kepada agama lain dengan tidak memberi ucapan selamat kepada umat kristiani.
            Yang menjadi ironisnya lagi ialah Ulama kita berselisih pendapat  mengenai hal itu, yang satu menghalalkan dan yang lain mengharamkannya dengan pendapat yang berbeda. Dimana  dalam hal ini membuat kerancuan pemahaman di masyarakat tingkat awam secara umum. Perbedaan pendapat menjadi hal yang wajar dalam islam tapi tidak untuk diperdebatkan dan tidak untuk menggolong.
            Fenomena-fenomena dan polemik tentang permasalahan agama islam memang sangat beragam. Dari segala sisi islam sangat menarik untuk dikaji, sehingga apapun yang berkaitan dengan islam tidak akan luput dari gejala sosial yang ada. Beberapa tahun silam tepatnya pada tahun 2002 terdapat berita yang menghebohkan dari artikel yang dimuat di salah satu surat kabar ternama yang berjudul “Menyegarkan kembali pemahaman Islam, Sebuah Afirmasi”.
            Artikel tersebut ditulis oleh salah satu ulama jebolan NU yang menggabungkan dirinya dengan organisasi JIL (Jaringan Islam Liberal), Ulil Absar Abdalla. Salah satu ungkapan kontroversial yang ia tulis dalam artikel tersebut ialah ia tidak mengakui adanya “Hukum Tuhan” dalam pengertian seperti yang dipahami kebanyakan orang Islam.
            Misalnya, hukum Tuhan mengenai pencurian, jual beli, pernikahan, pemerintahan, dan sebagainya. Karena menurut dia yang ada hanyalah prinsip-prinsip umum yang universal yang dalam tradisi hukum islam klasik disebut sebagai maqashidusy syari’ah, atau tujuan umum syari’at islam. Setelah mengungapkan beberapa alasan dalam artikelnya ia melanjutkan bahwa kedudukan Nabi Muhammad s.a.w adalah tokoh historis yang harus dikaji secara kritis karena sebagai manusia Nabi memiliki banyak kekurangan dan tidak wajib mengikuti Rasul secara harfiah.
Untuk lebih memahami dunia islam memang sangat menarik untuk dibahas dan dikaji lebih mendalam. Karena ruang diskusi terbuka untuk umum, di berbagai media massa semua bisa berpendapat begini dan begitu. Tapi apakah dibenarkan oleh Islam tentang siapa orang yang lebih berhak untuk berbicara masalah agama hingga menentukan Ijtihad? Dan orang yang tidak beragama pun dengan mudah berpendapat tentang agama.
            Hal ini yang telah diungkapkan di dalam Al-qur’an Surat Al-Hajj ayat 3 yang artinya “ dan diantara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu dan hanya mengikuti para setan yang sangat jahat” di ayat 8 Allah menegaskan “ dan diantara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab  (wahyu) yang memberi penerangan”.
            Perkembangan Liberalisme di Tanah Nusantara yang kian menjamur semakin menjadikan kalangan awam skeptis tentang agama yang selama ini mereka yakini, Islam. mulai dari pemikiran tentang kebenaran relatif, Islam Nusantara, Perkawinan beda Agama, UU Pornografi, Feminisme, Emansipasi wanita, hingga toleransi beragama yang tiada mengenal batas. Baru-baru ini mulai ramai diskusi Toleransi bergama yang mempermasalahkan boleh tidaknya mengucapkan “Selamat Hari Natal”.
            Toleransi beragama adalah menghargai dan menjunjung tinggi asas keberagamaan antar pemeluk agama dengan keyakinan masing-masing, bukan saling menghasut dan menimbulkan gejala perpecahan yang berakibat pada ranah sosial yang lebih luas. Karena beragama adalah hak prerogatif masing-masing individu, tidak ada paksaan dalam beragama (untuk mengikuti agama lain). pemaksaan hanya ada ketika orang tersebut sudah ada ikatan dengan agamanya. Tolereansi beragama bisa dilihat dari surat Al-Kairun, “Lakum Diynukum Waliyadiyn”.
            Menyegarkan kembali pemahaman islam, haruslah tidak dengan cara-cara yang kontroversial. Pemahaman islam dengan mengkaji dan menggali lebih dalam arti islam yang lebih luas dan konfrehensif, tidak setengah setengah. Karena pada sebagian manusia hanya menerima islam dengan setengah-setengah (Qs.Al-Hajj : 11).
            Memang Islam dibangun bukan untuk peperangan diatas pedang yang terhunus, tapi bukan berarti kita harus menghilangkan makna jihad fi sabilillah yang menjadi karakteristik dari puncak beribadah kepada Allah SWT. Mukmin yang baik tidak semena-mena menerima informasi dengan mudah dan pemahaman yang setengah-setengah, karena kita diwajibkan untuk bertabayyun (meneliti kebenaran dari informasi yang beredar) bukan semena-mena menjustifikasi golongan tertentu tanpa alasan yang jelas.
            Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Qs.Al-Hujurat : 6).
            Islam adalah Rahmatan Lil ‘Alamiyn, kebenaran ajaran islam yang tertuang dalam Syariat untuk menolong manusia seluruh alam, apapun agamanya, ras dan sukunya. Karena bumi Allah haruslah diwariskan oleh hamba-hamba-Nya yang shaleh. Mengutip pendapat Dr. Adian Husaini  dalam salah-satu artikelnya, kebebasan Islam adalah mempunyai konsep Ikhtiyar yaitu bebas memilih yang baik, sedangkan kebebasan Liberal adalah bebas tanpa adanya batasan antara baik dan buruk.

Thursday, December 24, 2015

LELAKI IDAMAN VERSI AL-QUR’AN



oleh : Yusuf Ma'zum

            Banyak wanita yang hingga kini dengan usianya yang relatif menginjak masa pelaminan tidak kunjung menemukan calon Imam yang akan mendampinginya kelak. Karena untuk memilih seperti itu tidak semudah mengedipkan kedua mata. Namun sejauh mata memandang, wanita dituntut demikian. Begitu pula dengan lelaki yang mempunyai tanggung jawab yang lebih besar memegang amanah Qowwamah dalam rumah tangga.
            Banyakk jalan yang ditempuh seseorang dalam menuju masa pelaminan. Seperti pacaran, Teman tapi mesra (TTM), kawin gantung dan sebagainya. Alangkah perihnya hidup yang dirasakan seseorang yang bertahun-tahun menjalankan ikatan cinta, namun takdir pula lah yang memisahkan, karena manusia tidak akan puas berbicara masalah takdir tan tidak mungkin ada jodoh yang tertukar. Dengan alasan demikian, maka manusia diberikan panduan untuk mengenal rahasia langit. Termasuk memahami calon pasangan hidup yang akan dipilih yaitu memilih lelaki idaman versi AL-Qur’an.

            Pertama, kita harus yakin bahwa Alllah SWT tidak akan menzalimi hamba-Nya dan tidak mungkin memberikan cobaan di luar kemampuan hamba-Nya. Tapi kenapa cobaan hidup terasa amat berat? Karena mungkin sebagai hamba Allah SWT kita banyak melalaikan-Nya. Banyak melalaikan Allah SWT berarti banyak melalaikan kebaikan, dengan demikian apakah kita pantas berharap kebaikan (jodoh) sedangkan kita sendiri melupakan-Nya? Ataukah beratnya hidup termasuk dari cobaan yang diberikan Allah SWT, kedua hal itu mungkin terjadi. Tapi pastinya bahwa Allah SWT tidak akan mendzalimi hamba-Nya.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
(Qs. Al- Baqarah : 286).
            Kedua, tentu wanita  menginginkan calon Imam yang Shaleh dan taat pada agamanya, sungguh menjadi kesalahan yang besar jika yang diukur hanya harta. Lalu untuk mengetahui kadar keshalehan seseorang kita bisa melihatnya dari Surat Al-Tahrim yang sudah sangat lengkap membicarakan tentang keluarga. Dimulai deri keluarga yang paling mulia, yaitu keluarga Nabi Muhammad Saw. Dan diahiri oleh contoh keluarga yang gagal dalam pembinaannya, yaitu keluarga Nabi Luth as, Nabi Nuh as dan Asiyah yang bersuamikan Fir’aun Laknatullah. 

            Akan tetapi Allah memberikan Konsep dasar dalam ayat tersebut yaitu tentang membina keluarga dan bagaimana cara mencari calon Imam keluarga yang shaleh. 

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs. At-Tahrim : 06).

            Kata   "قوا  dalam dalam ayat tersebut masih ada kaitannya dengan kata Taqwa yang berakar kata dari “Waqaa-Yaqiiy- Wiqooyatan” yang mempunyai arti “mencegah”. Istilah mencegah biasanya digunakan untuk mengantisipasi seusuatu kemungkinan buruk yang belum terjadi, jika sudah terjadi keburukan tapi belum tercegah berarti keluar dari konsep ini. Maka untuk mencari lelaki Idaman adalah yang pandai mencegah dari hawa nafsu ingin bertemu sebelum pertemuan suci yang diucapkan lewat akad Nikah. sehingga tercapailah tujuan kedua dari ayat tersebut yaitu pemimpin keluarga yang sanggup menjaga keluarganya dari Api Neraka.

            Lalu apakah laki-laki yang hobi berpacaran, bertemu dengan yang bukan mahram hingga tiada batas dalam pergaulannya bisa menjaga keluarganya dari Api Neraka? Padahal di awal ia tidak sanggup untuk menahan hawa nafsu syahwatnya. Ialah seorang Dayus yang tidak akan mencium bau surga, yaitu seorang suami yang tidak cemburu ketika Istri dan anak perempuannya berjalan dengan lelaki lain (Hadits).
            Lelaki yang shaleh adalah mereka yang selalu merindukan Masjid dan selalu membasahi lidahnya dari berdzikir kepada Allah SWT. Hal ini pula yang termaktub di dalam Hadits bahwa ia termasuk dari 7 golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari tiada lagi  selain naungan-Nya.

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh benar-benar akan kami masukkan mereka ke dalam (golongan) orang-orang yang saleh.(Qs. Al-Ankabut : 9).

                Al-Qur’an ketika membicarakan tentang orang yang bertashbih di rumah-rumah Allah SWT pagi dan petang, maka kata yang muncul setelah ayat tersebut adalah “Rijal” yang berarti laki-laki. 

“ Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang Telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang” (         Qs. Nur : 36-37).

            Serta dalam ayat yang lain ketika berbicara tentang hamba Allah SWT yang selalu mensucikan dirinya di dalam Masjid, maka yang keluar adalah kata “Rijal”.
Ÿ
Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (Qs. At-Taubah : 108).

            Irman adalah cerminan hamba Allah SWT yang shaleh, ia bukan dari golongan Nabi. Tapi dengan amal shaleh dan keimanan yang ia miliki Allah menakdirkannya mempunyai keturunan cucu yang menjadi Nabi yaitu Isa as. Hingga namanya di sejajarkan di dalam Al-Qur’an dengan para Nabi.
“Sesungguhnya Allah Telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)” (Qs. Ali-Imran : 33).

            Dengan ini Al-Qur’an memberikan contoh kepada siapapun yang hendak mencari pasangan hidupnya, yaitu Imam yang shaleh mampu menjaga diri dan keluarganya dari Api Neraka untuk kemudian sebagai reward dari Allah maka akan diberikan keturunan yang shaleh. Artinya bahwa dengan amal shaleh seorang lelaki maka akan mampu membina keluarganya hingga menuju surga, dan contoh dari Imran sebagai orang biasa agar kita tidak lagi beralasan dengan mengatakan “tidak mungkin, kita bukan Nabi dan bukan sahabat Nabi” . bahwa siapapun berhak menjadi orang shaleh berdasarkan kriteria diatas.

            Sumber : Kajian Parenting Nabawiyah, Ustadz Budi Ashari L.c.






               


Tugas Mapel Al-Qur'an dan Hadits Kelas XI A dan B MA Misbahunnur

Clue: *Untuk Dapat Menjawab Pertanyaan Materi Al-Qur'an dan Hadits maka ada syarat dan ketentuan yang harus dikerjakan. *Syaratanya a...