Saturday, August 20, 2016

Jurus Menulis “Jitu”


Oleh A Fuadi, Novelis Negeri 5 Menara

Tim redaksi Majalah Sabrina dan Pimpinan Pondok Drs. KH. Sulaiman Effendy M.Pd.I sedang wawancara dengan Novelis Negeri 5 Menara, A Fuadi.

            Kenapa Anda memilih Sastra?

            Entah saya memilih atau dipilih, karena Di pondok dahulu selalu diajarkan “Khoyrunnas Anfa’uhum Linnas”. Saya berpikir bagaimana menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. berbeda dengan orang yang mempunyai banyak uang, punya pesantren, dan mengajar. Kebetulan saya tidak mempunyai semua itu. Lantas saya berpikir tentang apa yang bisa bermanfaat secara luas, saya harus hadir disana. Yaitu sastra, Dan ahirnya saya berpikir bermanfaat bagi orang lain dengan menulis. Kebetulan di Pondok dahulu saya sangat suka dengan menulis.
           
            Setelah itu lalu saya berpikir, mau nulis apa dan isinya apa? Saya mencari sesuatu yang paling berbekas pada diri saya. Yang paling berbekas adalah ingatan ketika menjadi santri, (menulis tentang kehidupan santri) sehingga terbitlah buku Negeri 5 Menara itu. Secara sastra mungkin buku itu perlu diperdebatkan, akan tetapi entah karena itu menulis dengan sepenuh hati. Ceritanya mengandung berkah pondok, ahirnya menjadi tulisan yang Best Seller. Sampai di Gramdeia disebut sebagai buku terlaris sepanjang masa. begitu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, buku itu menyebar lagi, sampai dipakai di sekolah di Amerika, Australi, dan Singapur.

            Jadi Proses kreatif Antum menulis sejak kapan?

            Saya berlatih menuils itu secara tidak sadar sejak Tsanawiyah sebelum ke Gontor. Ibu saya seorang Guru SD yang suka menulis tulisan Diary. Saya baru tahu bahwa kisah hidup itu bisa ditulis di dalam buku. Saya mulai juga mempunyai buku harian. Dan itu berlanjut ketika di Gontor kita diwajibkan membawa bukui harian. Setiap ada acara harus dibawa. Lama-lama secara tidak sadar, latihan seperti itu membuat saya kuat untuk mendeskripsikan sesuatu dengan menulis.

            Tapi saya tidak mempunyai tema mau menulis apa waktu itu. Karena ada proses Internal saya mengatakan, “saya bermanfaatnya seperti apa yah?”. Waktu itu saya sudah pulang dari Amerika, Inggris, hidup sudah nyaman dengan pekerjaan. Lantas dengan itu saya berpikir bahwa kebermanfaatan hidup adalah dengan menulis. Mulaiah saya latihan menulis Novel 5 Menara, dan itu terbantu juga dengan buku harian yang dulu saya tulis ketika masih di Gontor.

            Siapakah orang yang berpengaruh Besar dalam Hidup Kang Fuad?

            Tentunya orang tua, terutama ibu yang “menjerumuskan” (memaksa) saya masuk Pesantren. Kalau tidak disuruh Ibu mungkin tidak ada kehidupan saya seperti sekarang ini. kemudian yang kedua adalah guru-guru di Pesantren yang Inspiratif sekali. Wali kelas saya, Para Kiyai, dan teman-teman. Bagi saya semua itu seperti aliran listrik yang saling menyentuh.

            Bagaimana Tips menulis agar pembaca itu tetap terikat dengan tulisan kita?

            Mengikat pembaca menurut saya adalah mengikat hati. Seperti tulisan laporan ilmiah dan riset, tulisan seperti itu hanya mengikat kepala, tidak mengikat hati. Cobalah menulis dengan mengikat hati, kalau bisa mengikat keduanya (hati dan kepala). Bagaimana mengikat hati? Yaa harus menulis dengan hati, supaya yang tersentuh adalah hati. Tulisan ayat-ayat suci itu menyentuh semuanya. Kita mungkin tidak bisa menulis seperi ayat-ayat suci, tetapi memakai model seperti itulah.

            Tujuan antum dari menulis seperti apa?

            Yaa itu tadi, bagaimana mengamalkan apa yang saya pelajari di Pesantren. Mudah-mudahan tulisan ada manfaatnya. Untuk mengenai tips menulis secara khusus mungkin saya mempunyai beberapa langkah. Pertama adalah bertanya kepada diri sendiri “Why”. Kenapa saya menulis. Niat menulisnya untuk apa? Yang kedua “What”, apayang ditulis? Maka jawabannya adalah Tulislah apa yang kita suka dan membekas di hati.

Yang ketiga “How”, bagaimana menuliskannya? Menuliskannya dengan metode-metode menulis yang baik. Dan bagian dari metode itu adalah riset, tidak hanya dari kepala dan hati kita. Karena ingatan kita terbatas. lakukan wawancara dan observasi. Saya ketika menulis Novel Negeri 5 Menara, wawancara lagi dengan teman-teman di Gontor, membaca lagi buku harian.

 Yang terahir “When”, kapan nulisnya? Nulisnya harus dicicil pelan-pelan setiap hari. karena sedikit demi sedikti lama-lama menjadi bukit. itu adalah proses yang bisa kita coba dalam latihan menulis.

            Apa harapan antum ke depan khususnya dalam dunia tulis menulis, harapan pribadi dan secara umum?

            Harapan saya adalah secara pribadi, dengan tulisan ini adalah jalan saya untuk kebermanfaatan orang lain. dan saya harap, orang muslim atau santri itu tidak hanya fokus pada Iqra’ tapi juga harus Uktub, kadang-kadang itu tidak balance (tidak imbang). Iqra’ memang bagus, tapi  Kadang-kadang kita lupa Uktubnya.

Menulis itukan memproduksi, yang diproduksi itu bukan makanan fisik karena masuk ke dalam fikiran. Kalau kita menulis dan tulisan kita dibaca orang, maka kita akan menguasai pikiran orang. Kalau ingin berdakwah melalui pikiran, salah satunya adalah menulis. Kalau ngomong akan dilupakan orang, kalau menulis maka kita akan berumur panjang. Contohnya kitab Bidayatul Mujtahid, itu kan ditulis oleh Ibnu Rusyd 800 tahun yang lalu,di gontor masih dipakai. Itulah tulisan, yang secara fisik kita melihat masih ada sedangkan orangnya sudah tiada.

            Saya secara pribadi ingin memotivasi para santri di dunia Pesantren untuk menulis, karena umur kita terbatas, sedangkan umur tulisan tidak ada batasnya.


No comments:

Post a Comment

Tugas Mapel Al-Qur'an dan Hadits Kelas XI A dan B MA Misbahunnur

Clue: *Untuk Dapat Menjawab Pertanyaan Materi Al-Qur'an dan Hadits maka ada syarat dan ketentuan yang harus dikerjakan. *Syaratanya a...