Ma’zumi founder RUFAQA'
Ketika ditanyakan. Negara mana yang
penduduk muslimnya terbesar di dunia? jawabnya Indonesia. Negara yang terdiri
dari beribu pulau serta tidak luput dari lahirnya banyak budaya di negeri ini.
Umat muslim menjadi kaum mayoritas, sudah sepantasnya menjadi teladan bagi
minoritas. Tentu mayoritas yang harus berperan penting memberikan pandangan
umum tentang arti sebuah toleransi.
Toleransi itu adalah bernama
toleransi beragama, toleransi atas nama hukum negara, serta toleransi yang
berdasarkan pada Hak Asasi Manusia. Toleransi beragama tentu mengedepankan
teokrasi yang berdasar pada absolutisme hukum Tuhan. Dalam agama kita mengenal kebenaran
aksioma yang berasal dari tuhan. Tidak perlu dibantah, apalagi diteliti. Karena
tugas kita adalah taat kepada tuhan.
Hal ini sudah lazim dalam kehidupan
beragama sebagai manifestasi dari masyarakat yang pluralis. Alquran juga
mengatakan demikian. Di awal surat Albaqarah sudah diterangkan ciri-ciri orang
beriman (ayat 2-5), orang-orang kafir (ayat 6-7) selanjutnya membahas ciri-ciri
orang munafik pada tuju belas ayat berikutnya. Artinnya dalam hidup ini sudah
tentu kita bertemu dengan tiga karakter manusia tersebut.
Ciri dari Orang-orang yang beriman sangat
mudah kita kenali secara dzahirnya. Orang-orang kafirpun demikian. Adapun
orang-orang munafik ini perlu penelitian lebih lanjut, karena memang di dalam
Alquran dijelaskan panjang lebar mengenai hal itu. Tidak lain untuk mengetahui
secara pasti siapa yang benar-benar munafik dan tidak sembarang menghukumi
orang dengan sebutan itu.
Bagaimana dengan toleransi atas nama
hukum negara dan hak asasi manusia? yaa, namanya juga hukum negara yang bisa
berubah-ubah setiap waktu dengan kegendak nafsu penegak hukum. Kalaupun hukum
negera itu bertentangan dengan toleransi beragama tadi, tentu yang menjadi
acuan adalah hukum agama yang memiliki absolutisme aksioma. Ini adalah logika berpikir
yang standar.
Adapun hak asasi manusia
sesungguhnya sudah diatur oleh peraturan dalam beragama. Dalam hal ini kita
mengambil hak mayoritas yaitu umat Islam. Di dalam Alquran sudah dijelaskan
bahwa kita terdiri-dari berbagai suku dan berbangsa-bangsa (Qs. Al-Hujurat/49:
13) lalu Allah menegaskan bahwa yang terbaik di antara mereka adalah yang
paling bertaqwa.
Terkait kasus Warteg Buk Saeni. Kita
pasti mengenalnya sebagai kasus penyelewengan terhadap toleransi beragama.
Karena memang benar-benar melanggar hukum tuhan. Ini adalah analisis
berdasarkan toleransi beragama tersebut. adapun dalam perpesktif hak asasi
manusia, memang dibenarkan siapapun berjualan, kapanpun itu. Lhah ini
permasalahannya kita adalah hamba tuhan atau hamba nafsu?
Jika kita menghamba kepada Tuhan, ya
sudah serahkan saja secara teokrasi. Karena manusia tidak punya legalitas untuk
melawan. Untuk kasus ini pantas jika MUI dan Perda setempat menghimbau untuk
diadakannya razia. Adapun ungkapan Gubernur DKI yang mengatakan, “saya (dulu)
sekolah Islam ya. Orang yang berpuasa kalau bersama orang yang sedang makan dan
yang puasa bisa menahan diri, ya pahalanya dobel”.
Saya kira ini adalah ungkapan ngawur
yang membela atas dasar Hak Asasi Manusia. orang yang berpuasa kalau bersama
orang yang sedang makan dan yang puasa bisa menahan diri, pahalanya dobel.
Betul memang, tapi yang membuka warung di siang hari dosanya lebih dobel,
bahkan berlipat ganda. Apalagi orang yang membelanya.
Perlu kiranya hak asasi manusia ini
ada batasannya, agar tidak terjadi konflik berkepanjangan. Bukan sekedar
membela hak asas manusia kemudian mengesampingkan hak Tuhan. Jika manusia tetap
ngotot memaksa, justru tuhan lebih Maha Berkehendak. Seharusnya tugas pemimpin
adalah menutup celah agar manusia tidak berbuat dosa, karena meskipun tidak
diberi ruang berbuat dosa dengan sendirinya ia akan mencari peluang berbuat
dosa.
Kabar baiknya adalah berita ini direspon
positif oleh Bapak Presiden dan Mendagri Tjahjo Kumolo dengan memberikan
bantuan uang tunai dengan total senilai Rp.15 juta. Belum lagi sumbangan dari
relawan (netizen). Membuka warung di siang hari bagi buk Saeni cukup beralasan,
yaitu untuk memenuhi kondisi ekonomi keluarga. akan tetapi jika pemerintah
salah dalam menangani kasus tersebut, maka akan tumbuh Saeni-Saeni yang
selanjutnya.
Sebungkus nasi dari buk Saeni itu
harganya sangat beragam. Bagi masyarakat awam yang menyempatkan berbuka di
siang bolong, harganya bisa dengan harga normal. Akan tetapi bagi orang yang
sedang ikhlas menjalankan ibadah puasa, nasi
itu tidak berharga dibanding dengan pahala yang diberikan Tuhan.
Walaupun sebungkus nasi tersebut bernilai jual tinggi bagi Bapak toleransi,
yakni Rp. 15 juta.
Kita hormati keputusan bersama yang
masing-masing mempunyai pendapat yang berbeda. Atas dasar demokrasi, diperlukan
kata sepakat untuk hasil yang mufakat. Baik MUI, pemerintah, Presiden,
Mendagri, Bapak Bupati dan masyarakat awam. Yang paling dirugikan dari masalah
ini adalah masyarakat awam. Karena mereka bingung harus mengikuti siapa?
Dan masyarakat awam ini adalah kaum
mayoritas. Jadi tidak sepantasnya para petinggi negara kita meributkan hal-hal
tersebut dengan perbedaan pendapat yang saling bertentangan. Cukup untuk tidak
membuat hal-hal yang berbau kontroversial. jalani yang sudah menjadi adat baik
di masyarakat. Yakni menghormati orang yang berpuasa sebagai interpretasi dari
menghormati hukum tuhan dan hak asasi manusia.
Berdasarkan kesimpulan yang diambil
dari Surat Al-Hujurat di atas tersebut. Maka tolok ukur toleransi adalah
mempertimbangkan toleransi beragama, dengan “takwa” sebagai tolok ukur dari
kebenaran agama dan status sosial. Hal ini agar kita terhindar dari sifat
orang-orang munafik yang mendekati dari perilaku dan kebiasaan jahiliah.
Negeri ini sudah terlalu serius
mengabaikan hukum tuhan. Baik dari skala individual maupun secara kolektif
dalam ranah universal. Contohnya bisa kita lihat dari kasus pencabulan anak di
bawah umur, pemerkosaan, pemotongan alat kelamin, penistaan agama, pembunuhan.
Bahkan yang paling sadis adalah pembunuhan dalam sektor ekonomi dan keuangan
bangsa yang dapat menyiksa kehidupan yang berkelanjutan. Jangan ditambah lagi
dengan hal-hal yang kontroversial.
No comments:
Post a Comment