Oleh: Ma’zumi
Begitu pentingnya puasa
bagi umat Islam, sehingga Allah SWT mengabadikannya di dalam Alquran sebagai
sebuah kewajiban yang ditetapkan secara qath’i. “Wahai orang-orang yang beriman!
Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu
agar kamu bertaqwa.” (Qs. Albaqarah/02 : 183).
Berdasarkan dalil diatas maka puasa
merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim sepenuhnya. Karena,
puasa merupakan bagian dari rukun Islam yang ketiga. Artinya bahwa berpuasa
adalah manifestasi dari predikat seorang muslim. Tentu menjadi pertanyaan besar
apabila seseorang yang mengaku muslim, akan tetapi tidak menunaikan Ibadah
puasa di Bulan Ramadhan dengan baik (kecuali wanita). Bahkan malah
mengabaikannya.
Disamping kewajiban yang ditetapkan
oleh Allah. Tentu, di dalamnya banyak hikmah yang terkandung, yakni bagi
orang-orang yang menjalani ibadah puasa dengan serius. Dari sisi pahala tidak
bisa diragukan lagi janji Allah SWT akan hal itu. Labih lagi jika kita
mengkajinya secara konfrehensif, tentu akan lebih banyak lagi hikmah yang kita
temukan. Dari segi kesehatan contohnya.
Akan tetapi, tidak semua umat muslim
menyambut ibadah puasa dengan baik dan lapang dada. Banyak yang kita temui di
jalan-jalan raya, warung-arung yang tertutup hanya terlihat kaki tanpa kepala
bersembunyi dibaliknya. Hal ini adalah
budaya memalukan dan sangat menjadi hal yang kontradiktif dari predikat sebagai
muslim.
Perbuatan mereka yang makan dan minum di siang hari pada bulan
ramadhan merupakan bentuk pelanggaran norma Agama dan sosial. Hanya saja mereka
tidak menyadari itu, atau menyadari sesuatu yang salah tetapi bersikap “masa
bodo”. Bukannya mereka merasa malu, justru kitalah yang malu untuk menegur
mereka. sebenarnya siapa yang seharusnya memiliki sifat malu? Dan kepada siapa
kita harus malu?
Banyak hadits Rasulullah SAW yang
membahas sifat malu. Salah-satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari “sesungguhnya malu sebagian dari Iman”. Menjadi hal yang wajar
apabila seseorang malu berbuat kesalahan dan dosa, baik di hadapan Allah SWT
ataupun di hadapan manusia itu sendiri.
Di
dalam Hadits Arba’in
dijelaskan.
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al Anshary Al Badry radhiallahuanhu dia berkata,
Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya ungkapan yang
telah dikenal orang-orang dari ucapan nabi-nabi terdahulu adalah: Jika engkau tidak malu perbuatlah apa yang
engkau suka. (Riwayat Bukhari).
Kaitannya dengan ibadah puasa, tentu kita seharusnya malu di
hadapan manusia dan di hadapan Allah SWT. Malu di hadapan manusia karena
identitas kita seorang muslim sudah diketahui oleh semua orang pada umumnya. Adapun malu di hadapan Allah SWT, karena rukun Ihsan
yang hendaknya senantiasa ada dalam diri kita yang berikrar dengan rukun iman
dan Islam.
Keislaman seseorang tidaklah cukup hanya dengan menyatakan syahadat
dan ikrar iman. Lebih dari itu, ikrar iman dan Islam hendaknya berawal dari
membenarkan dalam hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan
perbuatan-perbuatannya. Hal ini dilengkapi dengan rukun Ihsan, sehingga
ketiganya sering disebut sebagai Usul As-Tsalasah, “tiga pokok dasar
Agama”.
Ihsan mengandung pengertian sebagaimana dalam Hadits Arba’in ketika
Malaikat Jibril bertanya kepada Rasulullah SAW. “Beritahukan aku tentang ihsan
“. Lalu beliau bersabda, “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah
seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya maka Dia melihat
engkau” (HR. Muslim).
Puasa adalah Ibadah yang tidak mungkin lepas dari rukun Ihsan
tersebut. Sebab dalam riwayat lain dijelaskan bahwa ibadah puasa tersebut,
Allah sendiri yang langsung membalasnya.
Hendaknya seorang muslim malu kepada Allah SWT, karena dimanapun ia
“membatalkan puasa”, pasti Allah akan melihatnya.
Allah memberikan pahala besar terhadap seorang muslim yang mampu
melakukan Ibadah Ihsan dengan baik. Penyusun Kitab Assa’adah, Abdurrahim Manaf
mengatakan, “apabila seseorang meyakini bahwa Allah Maha mengetahui segala
sesuatu, mendengar setiap perkataan, melihat setiap perbuatan. Dan meyakini
bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, Maha sempurna dengan
entitas-Nya, mengingat-Nya dikala lapang dan sempit, takut kepada-Nya dikala
ramai dan sendiri, dan memurnikan ibada kepada-Nya. Maka ia akan memperoleh
keberuntungan baik dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi”
Hal ini dijelaskan dalam di dalam Alquran. “(yaitu) orang yang
takut kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih, sekalipun tidak kelihatan (oleh-Nya)
dan dia datang dengan hati yang bertaubat. Masuklah ke (dalam surga) dengan
aman dan damai. Itulah hari yang abadi. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang
mereka kehendaki, dan pada kami ada tambahannya” (Qs. Qaf/50 : 33-35).
Sungguh banyak hikmah dan pahala di bulan suci ini. hendaknya
seorang muslim senantiasa bersuka ria menyambutnya dengan beribadah puasa
secara serius. Terlebih akan memperoleh pahala Ihsan dari Allah SWT. Tidak
mengotorinya dengan sembunyi-sembunyi dari keramaian dengan bertujuan
membatalkannya. Atau melakukan hal-hal yang sia-sia dan membuang-buang waktu.
No comments:
Post a Comment