Di
dalam kitab Minhajul Qashidin yang ditulis oleh Ibnu Qudamah dijelaskan
bahwa puasa memiliki tiga tingkatan. Puasa secara umum, ialah menahan perut
untuk tidak makan dan minum serta menahan kemaluan utuk melampiaskan syahwat.
Puasa secara khusus; menahan pandangan, lidah, tangan, kaki, pendengaran,
penglihatan dan seluruh anggota tubuh.
Terahir, puasa secara khusus dari yang khusus. Ialah
puasa hati dari hasrat-hasrat yang hina dan pikiran-pikiran yang menjauhkan
dari Allah serta menahan diri dari hal-hal selain Allah secara keseluruhan.
Diantara adab puasa secara khusus adalah menahan pandangan mata, menjaga lidah
dari ucapan-ucapan yang diharamkan dan dimakruhkan.
Di dalam sebuah Hadits Bukhari
disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda, “barang siapa tidak meninggalkan
perkataan palsu dan pengamalannya, maka Allah tidak mempunyai keperluan untuk
meninggalkan makanan dan minumannya” (HR.Bukhari, Abu Daud, At-Tirmidzi dan
Ibnu Majjah).
Hendaknya seorang muslim ketika
berpuasa, khusunya di bulan Ramadhan
tidak terlalu konsumtif. Karena diantara adab orang yang berpuasa adalah tidak
memenuhi perutnya di malam hari, tetapi dia harus makan sekedarnya saja. Sebab
tidaklah anak adam itu mengisi bejana yang lebih buruk daripada perutnya
sendiri. Jangan sampai lupa, bahwa yang kita cari adalah pahala berpuasa.
Oleh sebab itu, puasa adalah amal
ibadah yang memiliki kelebihan yang tidak ditemukan pada ibadah yang lain. Puasa
mengandung banyak sekali hikmah dan rahasia di dalamnya. Yaitu amal ibadah yang
langsung dibalas oleh Allah sendiri. Disebut dalam sebuah Hadits, “puasa itu
bagiku dan aku memberi balasan dengannya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Disamping itu puasa memiliki
kelebihan. Yaitu amal ibadah yang tersembunyi dan amal batin yang tidak bisa
dilihat oleh orang lain, sehingga tidak mudah disusupi Riya’. Dan sebagai cara
untuk menundukkan musuh Allah SWT. Karena sarana yang dipergunakan musuh adalah
syahwat.
Syahwat bisa menjadi kuat karena
makanan dan minuman. Selagi lahan syahwat tetap subur, maka setan bisa bebas
berkeliaran di tempat gembalaan yang subur itu. Akan tetapi, jika syahwat
ditinggalkan, maka jalan kesana juga menjadi sempit. Dan dalam riwayat-riwayat
lain banyak yang membahas keutamaannya, tersebut di dalam kitab Minhajul
Qashidin.
Kaitannya dengan Riya dan syahwat,
maka puasa dapat mengalahkan keduanya. Karena keduanya merupakan musuh bagi
hati yang jernih. Setiap hari kita menginginkan ikhlas beribadah karena Allah
Ta’ala. Akan tetapi Riya selalu datang menghampiri merusak amal. Oleh
sebab itu syirik merupakan perbuatan dosa yang sulit dikenali daripada jejak semut hitam yang merayap di atas batu
hitam, di tengah kegelapan malam.
Riya’ adalah orang yang pandai
melakukan kebajikan akan tetapi itu hanyalah kamuflase belaka. “mereka
bermaksud Riya’ (dengan shalatnya) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka
menyebut nama Allah, kecuali sedikit sekali.”(Qs. An-Nisa: 142). Begitupun
dalam hadits, “Barang siapa berlaku Sum’ah Allah akan memperdengarkan
aibnya. Dan barang siapa berbuat riya’, Allah akan memperlihatkan aibnya.”
Syahwat adalah musuh kedua
sebagaimana dijelaskan diatas. Ketika kita hendak berperilaku zuhud, maka
syahwat selalu datang menghampiri dengan rupa yang manis. Syahwat jasmani
menginginkan keindahan semu dibalik estetika dunia yang fatamorgana. Syahwat rohani menginginkan nafsu hewani dari
kenikmatan sesat yang sesaat.
Iblis sudah berjanji untuk
senantiasa mendatangi Bani Adam dengan nafsu (Qs. Al-A’raf/07: 17). Serta ia
berjanji untuk menjadikan kejahatan terasa indah dalam pandangan manusia, “Tuhanku,
oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan
(kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku akan menyesatkan mereka
semuanya”(Qs. Al-Hijr/15: 39).
Dengan kata lain Riya’ dan syahwat
adalah saudara kembar yang selalu bekerja sama menggerogoti amal manusia. Hati
manusia cenderung lemah menghadapi keduanya, terkadang lalai dari sesuatu yang
membahagiakan padahal substansinya sungguh membayakan. Atau dari sesuatu yang memuliakan padahal esensinya
adalah menghinakan.
Puasa adalah perisai untuk melawan
keduanya. Benteng tak terlihat untuk menghadapi sesuatu yang memikat (bersifat
semu). Oleh karena itu jangan kita mengotori amal ibadah puasa dengan melalaikan
diri terjun dalam jurang dosa. Perlu dipahami bahwa Iblis hanya satu. Dan Jin
adalah sebagaimana manusia dibebani syariat, ada yang kafir dan mukmin.
Sedangkan setan adalah perangai buruk. Perangai buruk tersebut bisa saja ada
ketika kita sedang berpuasa. Wallahu A’lam.
No comments:
Post a Comment