Thursday, February 25, 2016

INDAHNYA KELUARGA QUR’ANI



Oleh : Ma’zumi

            Menjadi keluarga Qur’ani adalah dambaan bagi setiap muslim yang merindukan akan Indahnya kebersamaan bersama Al-Qur’an yang merupakan mu’jizat yang bisa dirasakan kehadirannya sepanjang masa. Sepanjang diturunkannya Al-Qur’an masih menjadi cahaya yang menerangi kehidupan manusia, petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Dengan Al-Qur’an ini derajat suatu kaum diangkat disisi Allah SWT. Dengannya pula derajat manusia direndahkan, bergantung bagaimana cara menyikapinya sebagai Pedoman hidup yang hakiki.

            Pertanyaannya adalah apakah semua keluarga muslim bisa menjadi keluarga Qur’ani? Jika pertanyaan tersebut kita jawab dengan konteks zaman kekinian, tentu masing-masing dari kita secara aklamasi akan menjawab “tidak”, mengingat zaman ini adalah zaman yang sangat jauh dari bimbingan wahyu sehingga pola hidup manusia lebih cenderung mengikuti hawa nafsu tanpa adanya Ghiyrah yang tinggi untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup seutuhnya.

            Ungkapan yang mengatakan bahwa “Al-Qur’an sebagai pedoman hidup” pun masih menjadi jargon dan simbol umat agar terhindar dari perasaan malu sebagai muslim yang mengaku memiliki kitab suci Al-Qur’an. Akan tetapi ketika ungkapan tersebut dihadapkan pada Implementasinya maka mayoritasdari kita mundur seribu langkah dengan alasan yang menyibukkan diri sendiri dengan kegiatan duniawinya. Alih- alih mengikuti gaya modern, dengan pergaulan, style, fashion and fun (musik dan lain-lain), akan tetapi Al-Qur’an diabaikan.

            Sangat mudah umat muslim diperdaya hanya oleh hal-hal kecil yang dapat melalikan dari mengingat Allah SWT. Handphone seakan menjadi kitab suci yang selalu diingat dan dibawa, lagu-lagu kekinian sudah menjadi pedoman hidup yang “maaf” seakan-akan menggantikan irama Al-Qur’an. Masjid-masjid hanya dikunjungi setiap satu minggu sekali, ramainya adalah dua kali dalam setahun. Umat ini seakan-akan mengenal Al-Qur’an hanya ketika ada orang meninggal, dan satu bulan penuh di bulan Ramadhan. Selebihnya biarlah Al-Qur’an berdebu dan suci, suci tak tersentuh.

            Modernitas melahirkan dikotomi perspektif dalam kehidupan beragama dan keberagamaan. Sehingga sangat sulit untuk memadukan implementasi dari kehidupan duniawi dan ukhrawi, yang ada hanyalah kehidupan sekuler yang lebih mengedepankan Hedonisme daripada berjihad dengan harta dan jiwa. Padahal Rasulullah Saw sendiri sangat khawatir jika kekayaan dunia ini dihamparkan untuk orang-orang muslim. Dan Rasul pun mengeluh akan keadaan umat ini yang mengabaikan Al-Qur’an.

            Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan". (Qs. Al- Furqon : 30).

            Lalu apakah bisa membangun keluarga Qur’ani di tengah arus Modern? Berikut adalah langkah-langkah agar menjadi Keluarga Qur’ani menurut Al-Qur’an dan Hadits :

            Pertama adalah keluarga yang dijauhakn dari Api Neraka. Kita sering mendengar dan mengkaji ayat di dalam Al-Qur’an Surat At-Tahrim ayat 6 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

            Di dalam ayat tersebut terdapat kata perintah agar menjaga diri dan keluarga dari Api neraka. Dalam kajiannya Ustadz Budi Ashari L.c pakar sejarah Islam menerangkan bahwa perintah untuk menjaga lebih tepatnya ditujukan kepada kepala keluarga  (suami) yang bertanggung jawab penuh dalam mengurus keluarganya. Sedangkan kata “Quuw” (jagalah) pada ayat tersebut memiliki akar kata “Waqoo- Yaqiiy- Wiqooyatan” yang berarti mencegah.

            Artinya bahwa untuk menjalin keluarga yang diharapkan di dalam Al-Qur’an adalah berawal dari suami yang memiliki ketaqwaan yang tinggi kepada Allah SWT. Dengan demikian ia akan mampu “mencegah” segala kemungkinan buruk (dosa) yang akan terjadi dalam keluarganya dalam rangka  menjalankan konsep dalam kekeluargaan dalam ayat tersebut. Oleh karena itu seseorang yang ingin membina keluarga Qur’ani diharuskan menikah dengan seorang lelaki dengan kadar ketaqwaan yang tinggi kepada Allah SWT.
            Setelah keluarga terbentuk maka harus dihadirkan langkah kedua yaitu menjalankan ketaatan kepada Allah SWT dengan menjalankan Shalat dan mendidik keluarga dengan bersabar. Sebagaimana Firman Allah SWT :

“ Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Qs. Thaha : 132).

            Menjalankan konsep taqwa adalah sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para Nabi sebelumnya. Yaitu menjalankan ketaatan kepada-Nya dalam bentuk Ibadah shalat Lima waktu yang harus dijaga sebagai bentuk meng-Esakan Allah SWT dan tidak menyekutukannya dalam hal apapun, seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi Ya’qub yang termaktub di dalam Al-Qur’an.

Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia Berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya". (Qs. Al-Baqarah : 133).

            Menjadi hal yang Aneh ketika orang tua zaman sekarang berwasiat kepada anak-anaknya agar menikah dengan orang yang kaya-raya agar kelak tidak hidup dengan kemiskinan, ataupun mendidik anaknya agar bekerja, bekerja dan bekerja tanpa mengedepankan Ibadah sebagai loyalitas hamba yang bertauhid kepada Allah SWT. Bukankah ini sebuah kesalahan?

            Padahal dalam ayat diatas Allah SWT secara tegas mengatakan, “Saya tidak meminta rezeki kepadamu, kamilah yang memberi rezeki kepadamu” (Qs. Thaha : 132). Agar manusia tidak ada ketakutan dengan kemiskinan disebabkan ketaatan kepada Allah SWT. Dalam sebuah Hadits Qudsi pun ditegaskan, “Wahai Anak Adam, sesungguhnya Aku menciptakanmu adalah untuk beribadah kepadaku maka janganlah bermain-main. Dan Aku telah menjamin bagimu rezeki maka janganlah berlelah-lelah” (Al-Hadits).

            Ketiga, keluarga seharusnya mendidik anak untuk berpenampilan sesuai dengan apa yang disyariatkan dalam Agama, bukan berpenampilan dengan fashion Jahiliyah (Tabarrujal Jaahiliyyah). Apalah arti sebuah penampilan dengan gaya modern jika penampilan tersebut sama halnya dengan penampilann ala zaman Jahiliyyah atau bisa jadi zaman ini lebih dari Jahiliyyah daripada Jahiliyyahnya yang disebutkan di dalam Al-Qur’an, karena “memamerkan aurat” sudah menjadi gaya hidup.

            Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu  dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait  dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Qs. Al-Ahzab : 33).

            Penampilan yang baik dalam Islam adalah penampilan yang mengutamakan menutup aurat dan tidak memberikan kesan sombong dari apa yang dipakai. Penampilan tersebut cenderung menyesuaikan dengan gender dan waktu pemakiannya, seorang laki-laki tidak diperkenankan (haram) berpenampilan seperti wanita ataupun sebaliknya. Islam tidak melarang untuk berpenampilan dengan pakaian yang bagus dan indah, lebih baik jika keindahan penampilan tersebut pemakaiannya digunakan untuk mengagungkan Allah SWT di dalam rumah-Nya. 

            Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al-A’raf :31).

                Untuk menjadi keluarga Qur’ani, maka orang tua tidak boleh memberikan busana atau fasilitas yang berlebihan terhadap anak. Hal ini yang nantinya akan sangat berdampak negatif bagi anak, terutama menimbulkan kesan sombong dan manja. Terlalu menuruti kemauan anak dalam hal materi adalah kesalahan besar orang tua dalam mendidik anak, alih-alih beralasan kasih sayang hal tersebut malah menjauhkan anak dari membaca dan menghafal Al-Qur’an. 

Al-Qur’an sudah memberikan solusi untuk hal ini, yaitu memberikan hak (materi) kepada anak pada saat anak menginjak usia Rusyda. “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka Telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.” (Qs. An-Nisa : 06).

Keempat, langkah selanjutnya adalah mendidika anak agar selalu muroqobah terhadap Allah SWT. Disini peran orang tua dalam mendidik anak dengan konsep Iman, Islam dan Ihsan sangat diharapkan agar anak tumbuh berkembang menjadi jiwa Qur’ani. Selain mendidik anak dengan Ibadah-ibadah Shalat, akhlak, berpakaian maka langkah selanjutnya adalah mendidik anak agar berperilaku dan bergaul sesuai dengan perspektif Al-Qur’an.

Mendidik anak agar pandai menjaga pandangan dari lawan jenis yang bukan mahram dan menjaga kehormatan dirinya adalah hal yang sangat urgen. Mengingat dekadensi moral yang terjadi dalam kehidupan remaja sangat memperihatinkan. Dalam pergaulan remaja sendiri sering meminjam istilah “dari mata turun ke hati”, yang dengan kata-kata tersebut sebagai alasan mengungkapkan perasaan cinta.

Akan tetapi lain ungkapan dan niatnya, maka ungkapan tersebut lebih tepatnya diganti dengan ungkapan “dari mata turun ke aurat”. Karena kenyataannya pergaulan lebih mengarah pada pemuasan nafsu yang bersifat kenikmatan sesaat. Oleh karena itu Al-Qur’an telah mengajarkan agar menjaga pandangan dari hal tersebut.

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya.....,” (Qs. AN-NUR : 30-31).

Al-Qur’an pula mengajarkan kepada kita agar  selalu menjaga kehormatan.
 “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,  Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, Dan orang-orang yang menunaikan zakat, Dan orang-orang yang menjaga kemaluanny.” (Qs. Al-Mu’minun).

            Kelima, menjadikan rumah sebagai majelis Al-Qur’an. Di dalam surat Nur ayat 35 setelah Allah SWT menerangkan tentang cahaya-Nya, maka kemudian pada ayat selanjutnya (ayat 36) yang mendapatkan cahaya Allah yaitu di rumah-rumah yang di dalamnya sebagai tempat untuk memuliakan Allah, mengagungkan dan selalu mengingat nama-Nya di waktu pagi dan petang.

            Tidak ada hal-hal yang indah di dunia ini kecuali kebahagiaan yang dirasakan bersama keluarga, apalagi kebahagiaan itu bisa terjalin dalam rangka menegakkan kalimatullah dan selalu berharap akan ridho-Nya. Setidaknya sudah menjadi harapan keluarga yang dijanjikan oleh Allah sebagai keluarga-Nya, yaitu rumah yang selalu dihiasi dengan majelis dzikir, ilmu dan Al-Qur’an, niscaya tiada kesenjagan di dalamnya.

            tidaklah suatu kaum berkumpul di salah-satu rumah Allah SWT untuk membaca kitabullah dan mempelajarinya diantara mereka. Melainkan akan turun kepada mereka ketentraman, rahmat Allah SWT meliputi mereka, para Malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barang siapa yang lambat amalnya, maka tidak dapat dikejar nasabnya”. (HR. Muslim, Hadits ke 36 Arba’in Nawawi).

            Alangkah indahnya keluarga Qur’ani, yaitu keluarga yang selalu dinaungi rahmat Allah SWT di  dunia, hingga di ahirat pun mereka mendapatkan surga dan masuk surga beserta keluarga. Janji Allah pasti benar, dan tidaklah kebenaran yang pasti itu datang kecuali datangnya dari Allah SWT.

            (yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (Qs. Ar-Ra’du : 23-24).

            Demikian adalah gambaran umum potret keluarga Qur’ani yang bisa penulis sampaikan dalam artikel ini. Adapun Para penghafal Al-Qur’an tidak saya cantumkan, karena banyak para penghafal Al-Qur’an yang tidak sesuai dengan akhlak Qur’ani. Kita doakan saja agar mereka mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Adapun contoh-contoh keluarga Qur’ani di dalam Al-Qur’an sendiri adalah potret keluarga Nabi Muhammad SAW, keluarga Imran, Maryam, Luqman, keluarga para Nabi dan lain-lain.





No comments:

Post a Comment

Tugas Mapel Al-Qur'an dan Hadits Kelas XI A dan B MA Misbahunnur

Clue: *Untuk Dapat Menjawab Pertanyaan Materi Al-Qur'an dan Hadits maka ada syarat dan ketentuan yang harus dikerjakan. *Syaratanya a...