Oleh : Ma’zumi
Di tengah kesibukan dunia
pendidikan, terkadang kita lalai dari muhasabah diri yang seharusnya menjadi
evaluasi kita dalam menjalaninya. Karena lebih memandang dunia sebagai tujuan
dalam hidup. Maka, alangkah baiknya jika kita (pendidik) sejenak bermuhasabah. Diriwayatkan
darin Syaqiq Al-Balkhi Rahimahullah, bahwa dia pernah bertanya kepada
Hatim, “sudah berapa lama engkau menyertai aku. Lalu apa saja pelajaran yang
bisa engkau serap?” Hatim menjawab, “ada delapan macam”.
Aku suka mengamati manusia. ternyata
setiap orang ada yang dicintainya. Namun jika dia sudah dibawa ke kuburannya,
toh dia harus berpisah dengan sesuatu yang dicintainya. Maka ku jadikan yang
kucintai adalah kebaikanku, agar kebaikan itu tetap menyertaiku di kuburan. Ku
amati Allah SWT Berfirman, “..... dan menahan diri dari keinginan hawa
nafsu” (An-Nazi’at : 40). Sebisa mungkin aku mengenyahkan hawa nafsu,
sehingga jiwaku menjadi tenang karena ta’at kepada Allah SWT.
Setelah kuamati, Aku tahu bahwa
setiap orang mempunyai sesuatu yang bernilai dalam pandangannya, lalu dia pun
menjaganya. kemudian kuamati Firman Allah SWT, “apa yang disisi kalian akan
lenyap, dan apa yang disisi Allah akan kekal.” (Qs. An-Nahl : 96). Setiap
kali aku mempunyai sesuatu yang berharga, maka aku segera menyerahkannya kepada
Allah SWT, agar ia kekal disisi-Nya.
Kulihat banyak orang yang kembali
kepada harta, keturunan, kemuliaan, dan kedudukannya. Padahal semua ini tidak
ada artinya apa-apa. Lalu ku amati Firman Allah SWT, “sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling
bertaqwa diantara kalian” (Qs. Al-Hujurat : 13). Karena aku bermal dalam
lingkup taqwa agar aku menjadi mulia disisi-Nya.
Kulihat manusia sering iri dan
dengki. Lalu kuamati Firman Allah SWT, “kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia”. (Qs. Az-Zumar : 32). Ku lihat
mereka saling bermusuhan. Lalu kuamati Firman Allah, “sesungguhnya setan itu
musuh bagi kalian, maka anggaplah ia musuh (kalian).” (Qs. Fathir : 6).
Karena itu Aku tidak mau bermusuhan dengan mereka dan hanya setan semata yang
ku jadikan sebagai musuh.
Kulihat mereka berjuang
habis-habisan untuk mencari rezeki, lalu kuamati Firman Allah SWT, “Dan,
tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allah lah yang memberikan
rezekinya.” (Qs. Hud : 06). Lalu kuamati mereka mengandalkan perdagangan,
usaha dan kesehatan badan mereka, tapi aku mengandalkan Allah SWT dengan
bertawakkal kepada-Nya.
Predikat guru sebagai pendidik
hendaknya menjadikannya sebagai seorang hamba yang seutuhnya menyerahkan semua
urusan hanya kepada Allah SWT. Termasuk dalam hal mendidik generasi bangsa yang
kelak menjadi tulang punggung kebangkitan peradaban Indonesia yang berkemajuan
dalam konteks generasi Qur’ani. Lihatlah Nabi Nuh, yang tidak pernah lelah
mendidik anak hingga Allah pula yang memberikan keputusan atas mereka.
ijin.....bolehkan saya gunakan muhasabah ini untuk kegiatan2 saya.....
ReplyDelete