Sebagaimana diketahui secara umum, masa
muda merupakan fase usia yang hanya satu kali dilewati seumur hidup. Kesempatan
ini, memaksa mereka untuk memilih antara “Mengisi usia dengan prestasi” atau
“Membiarkan terbawa arus zaman” tanpa adanya dorongan untuk berkembang dan
mandiri, menjadi pribadi yang berdikari.
Dilansir dari Wikipedia,
bahwa karakteristik Generasi Milenial berbeda-beda berdasarkan wilayah dan
kondisi sosial-ekonomi. Namun, generasi ini umumnya ditandai oleh peningkatan
penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Di
sebagian besar belahan dunia, pengaruh mereka ditandai dengan peningkatan
liberalisasi politik dan ekonomi.
Hal ini memiliki dampak yang besar
pada generasi ini yang mengakibatkan “Tingkat pengangguran yang tinggi di
kalangan anak muda.” Dan menimbulkan spekulasi tentang kemungkinan krisis
sosial-ekonomi jangka panjang yang merusak generasi ini. Lalu bagaimana
mengawal generasi ini agar menjadi generasi produktif dan siap meneria
tantangan di era globalisasi?
Dari Abu Abbas Abdullah bin Abbas
ra. Berkata, Suatu hari aku berada di Belakang Rasulullah Saw., (membonceng).
Beliau bersabda, “Nak! Aku hendak mengajarimu beberapa kalimat: Jagalah Allah,
pasti Dia menjagamu. Jagalah Allah, Dia senantiasa bersamamu. Jika kamu memohon
sesuatu, mohonlah kepada-Nya. Jika meminta pertolongan, minta tolonglah
kepada-Nya,
Ketahuilah,
seandainya semua umat manusia bersatu untuk memberikan suatu kebaikan kepadamu,
mereka tidak akan mampu, kecuali yang sudah ditetapkan Allah untukmu. Dan
senadainya semua umat manusia bersatu untuk mencelakakanmu, mereka tidak akan
mampu, kecuali keburukan yang telah ditetapkan Allah untukmu, pena telah
diangkat dan pena telah kering.” (HR.Tirmidzi. Dia
berkata, hadits ini hasan shahih).
Riwayat
lain menyebutkan, “Jagalah Allah, pasti kamu selalu bersama-Nya. Kenalilah
Allah saat kamu lapang, pasti Dia mengenalimu saat kamu susah. Kethauilah, apa yang luput darimu tidak akan
menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah,
kemenangan seiring dengan kesabaran, jalan keluar seiring dengan cobaan, dan
kemudahan seiring dengan kesulitan.”
Dalam
teks arab, Rasulullah memanggil Abdullah bin Abbas dengan kalimat, “Ya
Ghulam”, “Wahai Anak Kecil!” Dr. Musthofa Dieb al-Bugho Muhyidin
Mistu menjelaskan kata Ghulam berarti anak kecil dari usia 2 tahun
hingga umur 9 tahun. Sedangkan umur Ibnu Abbas ra. Saat itu sekitar sepuluh
tahun. Sungguh merupakan sesuatu yang sangat berharga, anak se-usia tersebut
diberikan nasihat yang agung oleh Rasulullah Saw. Tentang pendidikan dan
keimanan, tentang keteguhan hati dalam menjalani problematika hidup.
Di
era globalisasi ini kita dihadapkan dengan problematika hidup yang begitu kompleks.
Dari berabagai jenjang usia secara universal. Terkadang pula kita bingung
menghadapinya dengan cara apa? Setidaknya, sebagai generasi muda dapat
mengambil hikmah dari apa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. kepada Abdullah
bin Abbas ra. Karena awal percakapan tersebut dimulai untuk memotivasi generasi
muda muslim.
“Jagalah
Allah, niscaya Allah Menjagamu.” Dr. Musthofa Dieb al-Bugho Muhyidin Mistu
menjelaskan maksud kalimat tersebut agar berkomitmenlah terhadap
perintah-perintah Allah Swt. jangan mendekati atau melanggar
batasan-batasannya. Laksanakan apa yang diwajibkan dan jangan meremehkan
sedikitpun, dan jauhilah apa yang dilarang. Setelah itu lihatlah bagaimana
Allah Swt menjaga aqidahmu, menjaga dari gejolak nafsu dan kesesatan,
melindungimu dari godaan setan baik dari bangsa Jin dan Manusia.
Realita
problematika hidup tidak terlepas dari tantangan yang mengikat. Setiap zaman,
selalu menyuguhkan tingkatan tantangan yang berbeda. Anak-anak muda yang tidak
mempunyai ideologi berpikir positif,
cenderung lebih mudah terbawa oleh arus media yang mengekang; dunia terlalu
sempit dalam genggaman tangan.
Terlalu
banyak teman di media sosial, tetapi semakin sedikit kegiatan pro-sosial. ruang
lingkup sempit sebatas pada dunia maya dalam genggaman. Akibatnya, pola pikir
mereka lebih mudah teracuni oleh angan-angan kesuksesan tanpa berbuat dan
bergerak. Lebih menakutkan lagi adalah tumbuhnya agamawan baru yang terlalu berani menyaingi ulama dalam
berijtihad.
Dampak
negatif tersebut, tentu melahirkan ketakutan yang luar biasa dalam pikiran
generasi millennial. Ketika mereka merasakan gagal, mereka tidak berani
bertindak. Karena tindakannya hanya berani dalam angan-angan belaka. Rasa takut
terhadap masa depan, cita-cita, pendidikan, karir, kebahagiaan dan harapan,
sirna sudah dengan pola pikir dan perilaku yang mengekang sendiri.
Jika
dipahami baik-baik. hadits yang dijelaskan di atas sudah cukup menjadi pedoman/solusi
bagi generasi muda dalam menjadikan dirinya sebagai pribadi yang
berkarakter dan siap bertarung menghadapi
problematika hidup. Karena ia meyakini dengan keimanan, tidak ada yang ia
takuti kecuali ketetapan yang telah dituliskan oleh Allah Swt untuknya.
Salah
seorang pakar sejarah Islam, Ustaz Buadi Ashari L.c mengatakan, “Seorang
muslim, asalkan menjalani syariat Islam dengan benar, maka ia akan menjadi
pribadi yang mandiri.” Maandiri dalam
Islam bukan hanya berarti mandiri dalam perhitungan ekonomi, tetapi juga di
dalamnya terkandung kemandirian bersikap dan berpikir. Dalam tradisi pondok
modern, inilah yang biasa disebut sebagai istilah “Berpikir Bebas.”
No comments:
Post a Comment