Wawancara 1 Muharram Bersama KH Samson Rahman MA
Bagaimana Aktualisasi hijrah dalam kehidupan sehari-hari?
pertama
adalah setiap orang harus diambil fundamentalnya dulu terhadap maka hijrah
secara definitf. Sehingga kemudian kita bisa melangkah dengan sesuatu yang
fundamen tersebut. Artinya bahwa, tatkala seseorang mengerti benar hijrah itu
dari sisi hakiki maka dia akan bisa merefleksikan dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya begini, Rasulullah SAW Tatkala
tertolak secara sosial di Mekkah maka beliau mencari lahan baru untuk hidup dan
matinya dakwah di masyarakat. Artinya, tatkala kita hidup di sebuah tempat yang
kira-kira potensi kita bisa terbunuh dan terkubur. Maka kita sebagai mahluk
sosial harus mengambil alternatif baru (sosial base) agar kita bisa berkembang
di tempat itu.
Jadi jangan sampai kita menjadi
mahluk stagnan yang tidak bergerak. Karena dalam gerakan itu mengandung
Barokah, Al-Harakatul Barakah, wal -Barakah min sababi Al- Harakah. Ketika
kita mentok dalam posisi sosial tertentu maka dengan cepat kita harus mengambil
alternatif baru agar tidak ada kementokan perjalan historis dan sosial kita.
Untuk itu kita membutuhkan link, koneks, relasi dan pemahaman kita tentang
medan situasi sosial tertentu yang sangat dipentingkan untuk kita aplikasikan.
Mungkinkah
Momentum Hijrah ini bisa kita kaitkan dengan
kebangkitan Islam?
Minimal adalah semangatnya, bahwa
kita seharusnya menjadi pewaris sah dari munculnya khilafaur-rasyidah.
Pada puncak fase perjalanan sejarah yang diramalkan oleh Rasulullah SAW. Walaupun
kita ternyata tidak menikmati itu, minimal kita pernah menanam bibit-bibitnya.
Jadi jangan sampai kita memetik sesuatu yang belum waktunya, hanya kita telah
berhasil untuk bibit-bibit itu.
Semangat untuk melahirkan Khilafah
‘Ala Minhaj An-Nubuwwah itu perlu kita terus dengungkan, menanam
bibit-bibitnya, sehingga kemudian yang terjadi adalah anak-anak kita telah siap
menghadapi kenyataan yang mungkin muncul pada saat mereka ada. Jangan sampai
kita meragukan kehadirannya.
Kita tidak tahu kapan akan terjadi, Walaupun ramalan dari berbagai
ahli telah menyebutkan akan kehadirannya. Yang terpenting adalah semangat kita
sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits, “andai kata ada seorang
muslim yang di tangannya ada satu bibit tanaman dan ia tahu bahwa hari itu akan
terjadi kiamat. Maka wajib bagi dia, selagi dia bisa untuk menanamnya”.
(AL-Hadits). Artinya kita harus berpikir visioner bahwa apa yang kita tanam
tidak harus kita petik sendiri hasilnya.
Bagaimana
menyikapi fenomena sekarang yang mengatakan lebih baik memilih pemimpin kafir
yang adil daripada memilih pemimpin muslim yang tidak adil?
Saya
kita itu adalah terminologi yang salah. Bahkan ada seorang pimpinan ormas yang
mengatajan seperti itu. Pertama, pemimpin yang kafir kata dia itu lebih baik
daripada pemimpin muslim tapi tidak adil. kenapa kalau dibalik termanya dengan
mengatakan “pemimpin muslim yang adil lebih baik dari pemimpin kafir yang
adil”.
Bukankah di umat ini masih banyak
yang memiliki rasa keadilan itu? Ini
sebenarnya adalah penggiringan opini yang menyesatkan. Kenapa kita tidak membuat
terma-terma yang menyejukkan daripada dengan terma yang kontroversial. Kalau
bisa curiga, jangan-jangan mereka sudah disunting dengan dana-dana tertentu.
Kita harus waspada menghadapi
politik kotor yang ada di tengah-tengah kita. Sebagaimana ada seorang kristen
yang masuk ke tengah-tengah pesantren. Kemudian disambut oleh para santri dengan
rebbana dan sebaginya hingga santri cium tangan. Saya kira ini adalah kejahatan
yang sengaja dilakukan agar ada penumpulan kepekaan politik dalam islam.
padahal imam politik adalah tidak lebih rendah daripada imam shalat.
Lantas sosok pemimpin islam bagaimanakan yang
ideal?
Pertama
dia harus memiliki karakter sebagai seorang muslim yang taat kepada Allah SWT.
kedua, dia harus memiliki rasa keadilan itu. Ketiga, memiliki visi yang benar
untuk membangun umat dan bangsa ini. keempat, dia bisa bukan hanya mengayomi
umat islam tetapi ia juga bisa mengayomi umat lain. karena memang Islam ini
hadir bukan hanya untuk kaum muslimin, tapi ia hadir untuk semua bangsa-bangsa.
Dia juga harus memiliki integritas
yang luar biasa, memiliki visi besar bahwa dia hidup di sebuah masyarakat
heterogen, plural dan bukan homogen. Karena itu dia harus menjadi rahmat bagi
semesta itu. hingga dia bisa menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang baik dan
sejahtera. Sebagai bangsa yang disebut sebagai Baldatun Thayyibah WA Rabbun
Ghafur.
Mengapa
media saat ini memberikan berita negatif terhadap islam? apa langkah kita untuk
menghapus stigma negatif tersebut?
Pertama, karena memang ada kelompok
islam yang mengeruhkan suasana. Kedua, karena memang ada media-media yang
menjadi corong bagi orang-orang yang ingin mendiskriditkan umat islam. ketiga, mereka banyak jualan.
Jualan pada bangsa asing, yang kadangkala mereka dianggap bagus tatkala
menyuarakan kenegatifan umat islam.
Padahal ia adalah sebagian kecil
dari umat islam tersebut. hanya orang-orang tertentu yang menyuarakan Islam
radikal atau mereka sebut dengan islam garis keras, militan islam dan
seterusnya. Hal ini berdampak pada mengeruhkan suasana islam damai tersebut.
artinya, media berkepentingan untuk mengekspos islam yang buruk. Sedangkan
berita-berita yang ramah dan positif disembunyikan.
Di Pesantren
Modern erat kaitannya dengan prinsip berpikir bebas. Tidakkah prinsip ini
berbahaya, karena ini menjadi celah bagi alumni pesantren yang menganggap
dirinya liberal dengan beralasan seperti itu?
Berpikir bebas di sini adalah dia
bisa menangkap kebenaran dari berbagai sisinya. Berpikir bebas dengan
keterbatasan tertentu. Makanya Gontor sangat membatasi liberalisasi sehingga ada PKU atau pengkaderan Ulama.
Karena Gontor pernah kebobolan dengan liberalisasi pemikiran.
Pemikiran liberal sebenarnya sangat
mengganggu pondok, mengganggu keharmonisan. Karena mereka kadang-kala mengebiri
kebenaran teks yang ada dalam Alquran, kebenaran teks yang ada dalam Hadits.
Saya lihat anak-anak Pesantren sekarang mendukung LGBT. Karena mungkin mereka
salah memaknai apa yang disebut sebagai berpikir bebas.
Berpikir bebas adalah kita bisa
menangkap berbagai hal positif yang bisa kita tangkap. Berpikir bebas dengan
makna liberalisasi itu tidak pernah diajarkan di Pesantren. Kita disebut
sebagai freethinkers bukan leberalitinkers.orang berpikir bebas itu bukan
menyedot semua yang jahat dan yang bagus menjadi satu.
No comments:
Post a Comment